Selasa, 08 Juli 2008
Mengenang yang Telah Pergi
Harapan sering jauh dari kenyataan. Harapan reuni angkatan 1991 setelah 17 tahun meninggalkan SMAN 37 adalah kembali berkumpul dengan seluruh alumni. Kenyataanya 13 sahabat sudah kembali ke haribaan Sang Khalik. Mereka yaitu: Agung Soetopo aka Ole (Sos), Arifin Abdul Rahman aka Abe (Sos), Bayu Cahyonugroho aka Elvis (Sos), Darman aka Darhim (Sos), Faisal aka Blek (sos), Frisna Noor aka Frisna (Bio), Harto (sos), Herry Julianus Diner aka Kopet (Sos), Hilman Lunardi aka Hilman blek (Fis), Orikbal Lukman aka Oriq (sos), R. Septanuradi aka Nuri (Fis), Ria Yanuti Bastiarini aka Ria Taekwondo (Fis), Rudy Harwato aka Rudi Gasong (Sos).
Buat memastikan kabar mereka, panitia tidak mau gegabah. Karena sebelumnya beberapa nama yang dikabarkan sudah meninggal ternyata masih sehat wal afiat. Maka kami meminta konfirmasi dari sejumlah teman di milis alumni SMA 37 angk. 91. Para alumni memastikan bahwa sahabat-sahabat kita tersebut memang sudah mendahului. Tak cuma itu, selaksa kenangan bersama almarhum/ ah dicurahkan dalam postingan dan pernyataan yang terangkum di bawah ini.
Agung Sutopo (Ole)
Ridho menilai alm. Ole dikenal semua org sebagai pribadi yg baik banget. Sama anak cewek alm. Ole care selalu mengusung prinsip ladies first.
“Waktu ultah wali kelas kelas 3 sos 1 (gue lupa namanye pak siape), dia bikin puisi dan dibaca'in di depan itu bapak sebelum beliau tiup lilin.”
Ole, kata Ridho, juga termasuk favoritenye bu murni, guru Perancis kite yg skrg dah jilbaban. Walau kadang ngeselin, tapi alm. Ole selalu bikin kelas rame dgn celetukkannya.
Noviyar punya penilaian serupa dengan Ridho. Dia yang pernah sekelas dengan Ole waktu di 2 Sos 3 mengaku cukup dekat dengan almarhum karena kerap bersama waktu sekolah dalam perjalanan naik KA dari Stasiun LA – Tebet. “Dia jg suka bertiga sama Iskandar Kiting n Agus landak (trio ini sgt dikenal di kereta selama perjalan menuju sekolah),” ungkap Noviyar.
Menurut Noviyar, disamping kocak abis Ole punya banyak jasa buat SMA 37 angkatan 1991. Khususnya dalam masalah keamanan. Ole menjamin 37 gak bakal diserang sama anak STM Karya Guna (KG) Manggarai. Karena almarhum memiliki kedekatan dengan banyak murid sekolah itu. Bahkan sewaktu 37 terlibat tawuran dengan 26, Ole meminta bantuan teman-temanya di STM KG. Buahnya, anak STM KG yang tawuran dengan SMA 26.
Dia yang mengaku terakhir bertemu Ole sekitar 1995 pas lg mo brangkat kerja, kaget waktu pertama denger Ole sudah wafat. Kabar itu didapatnya dari Selly Artanti saat meeting reuni bulan Februari di DOM Café, Wolter Monginsidi. Selly mendapat info tersebut dari tetangga Ole di Depok.
Raymond juga sempat bertemu Ole pada 1995 saat nonton band Vodoo di News cafe Kemang. Ole bekerja di café itu. Barep, panggilan beken Raymond, sangat kaget mendengar kabar meninggalnya Ole.
Begitu juga Adriani. Adri agak percaya gak percaya kalo Ole udah pergi mendahului. Saking banyaknya kenangan dengan Ole, dia kesulitan mengungkapkan. ”Tetep aja gak nemu cara untuk cerita tentang kebaikan alm. Ole' secara detail,” akunya.
Namun Adri meyakinkan bahawa alm. Ole' memang orang yang baik banget, dan seperti kata Ridho, Ole mengusung prinsip ladies first.
Yang paling diingat Adri, Ole selalu melindunginya, Nila dan Bennu dr cowok-cowok jail. ”Sepertinya hal itu juga akan dia lakukan ke anak-anak cewek lain,” kata Adri yang menurut Ridho menadapat julukan Agung Sutopo putri dari Madame Murni Astuti.
Ole' juga suka nyanyi di kelas dan bikin puisi. Selain bikin puisi untuk wali kelas kita waktu ultah, dia juga pernah bikin puisi utk Bu Murni, guru Bahasa Perancis. Trus kalau mau ulangan, kata Adri, Ole selalu bikin dua kebetan. Buat Ole sendiri dan buat Adri.
Kebetan buat persiapan kalo soal ulangan diluar dari yang udah kita pelajari di rumah. Ole juga selau bersedia menjadi pendengar yg baik saat Adri lagi bete sama siapa aja. ”Terutama kalo gue lagi bete di rumah atau bete sama Nila (hehe...sorry Nil...). Sampe Ole bela-belain gak jajan waktu istirahat sekolah,” kenang Adri.
Keterkejutan teman-teman, membuat Boy Rinaldi merasa punya beban moril buat menceritakan tentang meninggalnya Ole. Boy hampir tiap malem nongkrong bareng Ole yang teman kecilnya di Depok.
Menurut Boy, Ole sebelum meninggal sempat dirawat di RS. Jakarta. Selama seminggu Ole dalam keadaan koma. Sebelumnya almarhum mau berangkat kerja sedang makan sama temannya. Tiba-tiba dia colapse. Menurut dokter, ada cairan di otak alm. Ole yang berasal dari tumor yang sudah diidap sejak kecil. Kelainan ini tidak pernah dirasakan Ole. Tapi masalah yang dialami Ole membuatnya berpikir keras, inilah yang jadi pemicunya.
”Kalo masih kangen sama almarhum datang aja ke Depok. Anaknya mirip banget dari ujung kaki sampe kepala.Lahirnya jg sama dengan bapaknya di bulan April tapi beda seminggu,” pungkas Boy.
Oriqbal Luqman
Meninggalnya Oriqbal dipastikan karibnya, Ridho. ”Gue udah ngelayat ke kuburannya sama Bowo kira-kira 3 atau 4 hari setelah dia meninggal di TPU Menteng Pulo,” kata Ridho. Keluarga alm. Oriqbal menyampaikan, penyebab meninggalnya Oriq karena penyakit jantung.
Oriqbal di mata Noviyar adalah temen sharing dalam dunia musik metal. Mereka juga sempet tuker-tukeran kaset.
Salah seorang temen yang sering hang out bareng Oriq saat sekelas waktu I-2, Meidyansyah menilai almarhum orang yang asyik banget diajak ngomong dan always happy. Meidy gak pernah melupakan jasa besar Oriq. ”Dia pernah ngusahain gue bisa gabung tim basket di tempat kakaknya kerja. Kata dia, itung-itu buat nambah uang saku.”
R. Septa Nuradi (Nuri)
Kabar wafatnya Nuri diterima Fidina Sari (Fifi) sehari setelah kepergiannya. Nyokapnya Nuri gak tau telpon temen-temenya yang lain, kebetulan cuma ada no Hp Fifi di dompet Nuri. Dia pun dikontak ibunya Nuri. ”Gue kaget banget. Baru gue kasih tau yg lain,” kata Fifi.
Karib Nuri yang lain, Ponco Hartawan juga memastikan kabar ini. Ponco pun mengirim beberapa foto kenanganya bersama Nuri di milis.
Harto
Triono Siswo yang memastikan kabar wafatnya Harto. ”Mengenai Harto gue suwer 100 persen. Gue dapet info dari ibunya,“ tegas Triono temen sekelas Harto di 1-5.
Demikian juga Gunawan TW. Dedi Efendi mengabari dan mengajak Gunawan menghadiri pemakaman Harto. Gunawan masih ingat, Harto yang memimpin salam saat masa ’perploncoan’ di SMA 37.
Temen kelas 1-nya yang lain, Lia Ratnasari mengenang Harto sebagai orang yang baik n’ sabar abis. ”Secara dulu dia duduk di belakang gue n gue sering bentak2 dia tuh,” kata Lia dengan nada menyesal.
Gue yang pernah sekelas sama Harto di Kelas 3 Sos 5. Dia pribadi yang pendiam. ”Orangnya dieemm mulu. Sampe-sampe kalo dia keluar suaranya yang lain takjub. ehh... Harto ngomong... Harto ngomong."
Bayu Cahyonugroho aka Elvis
Noviyar memastikan wafatnya Bayu setelah mendapat info dari teman sekelasnya di Gunadarma yang juga tetangga Bayu. Juga dari adiknya Bayu. Bayu temen sekelas Noviyar di 3 sos 5. Dia terakhir bertemu Bayu di Tebet thn 1993.
Dengan Bayu ini Noviyar punya kenangan spiritual yang gak bakal terlupakan tapi sulit diceritain dan dipercaya. ”Karena berhubungan dengan yg gaib tp nyata!,” ungkapnya.
Kejadiannya sewaktu malam perpisahan SMA 37 angk 1991 di Gd Sekneg tgl 11 Juni 1991. ”Hanya beberapa temen aja yang tau termasuk Gamal, Meidiansyah, Agustiansyah, sama Ricky Ambon,” kata Noviyar seolah menyembunyikan kasusnya.
Noviyar kehilangan suaranya menjelang manggung bersama grup bandnya yang bertitel Sakratul Maut. ”Dia minta pertolongan supranatural Bayu buat ngembaliin suaranya,” ungkap Gamal penggebuk drum band itu.
Entah karena kesaktian Bayu atau sugesti demam panggung yang telah berlalu, suara Noviyar kembali dapat melantunkan lagu-lagu Anthrax di atas pentas.
Sedangkan Meidi mengenang rencananya memfoto bocoran Ebtanas dengan kamera kecil milik Bayu. Tapi karena biayanya terlalu mahal, rencana itu urung dilaksanakan.
Darman aka Darhim
Darman dikenang sebagai sosok yang pendiam. Beberapa teman-temanya di 3 Sos 5, seperti Meidiansyah, Lusi, Gamal dan Noviyar terkejut mendapat kabar meninggalnya Darman.
”Setelah lulus sampe tahun 1994 masih suka saling berkunjung bersama Yulius hilman Bestari & Widodo Dower,” kata Noviyar.
Faisal aka Faisal Blek
Faisal adalah alumni SMA 37 yang pertama wafat. Muhtad, Libenk, Yudha dan beberapa alumni 37 -91 sempat menghadiri pemakamannya.
Walau gak pernah sekelas, Noviyar mengaku akrab dengan Faisal. ”Karena dia termasuk anak Paskib yg akrab dengan anak tongkrongan,” kata Noviyar.
Alm. Faisal yang asli Kebon Baru, kata Noviyar, pernah mem back-upnya ketika terlibat masalah dengan anak Krambat Kebon Baru.
Herry Julianus Dinner aka Kopet
Beberapa teman mendapat kabar kematian Kopet dari Yusron aka Ucon. Saat Ucon menelpon rumah Kopet, ibunda Kopet mengabarkan anaknya sudah meninggal.
Noviyar mengaku dirinya yang menyematkan nama Kopet. Sewakut dia lagi bikin grafity di WC 37 yg atas, tiba-tiba Herry keluar dari salah satu bilik WC yg ada tokinya (tinja, red.). Herry bersikeras itu bukan tokinya. Toki itu, kata Herry, sudah ada sebelum dia masuk. Walaupun menyangkal nama Kopet tetap disematkan. ”Apalagi waktu itu pas ada si Cangwe & Edy Nguk2x jadi makin rame aja dia dipanggil Kopet,” ungkap Noviyar. Frisna NurKabar meninggalnya Frisna Nur didapat Noviyar dari Ade Irwan. ”Ini anak maen bolanya jago banget!” kenang Noviyar.
Rudi Harwanto aka Gasong
Gue memastikan kabar kematian Rudi. Informasi langsung dari keluarga Rudi yang gue temuin di kediaman almarhum di Komplek Brimob, Menteng Pulo, Rabu (11/6/2008).
Rudi Harwanto temen sekelas Gue di 1-6. Sekelas lagi di kelas 3 Sos 5. ”Kami menjulukinye Rudi Gasong. Gasong itu nama geng anak-anak Menteng Pulo. Rudi gak ikut Gasong. Malah die bisa dibilang ’lembut’ dan ’terlalu baik’,” gue mengenang.
Kesan serupa disampaikan Lia Ratnasari, yang pernah satu SMP 43 Jakarta. ”Badannya Rambo, hati Rinto,” kata Lia.
Rudi wafat taun 2005 dengan meninggalkan seorang putra berumur enam tahun dan seorang istri. Almarhum sakit saat menjalankan tugas negara di Balikpapan. Jenazah Rudi dikebumikan di kampung orang tuanya di Jogjakarta.
Arifin Abdul Rahman aka Abe
Abe adalah sosok yang hangat, tak heran jika puluhan karib dari SMAN 37 menghadiri pemakamannya pada Jumat 11 Januari 2008. ”Orangnya cukup peduli dengan teman, solider kata orang jadul bilang,” kata Noviyar yang juga pernah satu kelas dengan Abe di SMP 175 Ragunan.
Gue setuju dengan penilaian Noviyar, walaupun gue kenal Abe baru pada 1988 saat pertama daftar SMA. Bokapnya Abe duduk di sebelah bokap gue waktu daftar ulang kelas 1 yang lokasinya di sebelah Posko Paskib di lantai 2. Mungkin karena merasa sesama perantau obrolan mereka jadi nyambung. Di kemudian hari, bokap gue mengingat Abe dengan anaknya Siregar. Sedang bokap Abe, manggil gue si Padang. Gue yakin mereka bukan bermaksud membangun primodialisme, tapi biar mudah diinget aje.
Abe juga suka manggil gue sekenanye, kadang Kumis, karena babe gue berkumis. Atau Jipeng, simplifikasi dari G (in english jadi: Ji) dan Fer (yang diplesetin jadi Peng). Panggilan ini mengacu dari kebiasaan para sepupu manggil gue. Tapi Abe dan Boy kadang gak terima dengan panggilan itu, mereka memberangusnya jadi Pengki, nama miskin dari Franki yang diperankan Benyamin S dalam film Biang Kerok.
Di kelas 1, Abe berkawan karib dengan Ponco dan Seto. Mereka bertiga dijuluki 3 CT (artinye, 3 cowok tepos). Julukan ini mengadopsi postur mereka yang datar tanpa lekukan. Gue akrab dengan Abe, karena sama-sama di Trisaptapala (TSP). Para anggota ekskul itu seolah punya kesepakatan tidak tertulis, yaitu saling berbagi ranjang alias nginep. Atau minimal numpang makan di rumah masing-masing.
Kalo kita dateng ke rumah Abe, pasti pertanyaannye begini: ”Ucok ada tante?” Kalo nyokapnye bilang ada, kita terusin dengan: ”Kalo nasi putih?”. Nyokapnye yang asli Makassar biasanya bilang, ”kamu ambil sendiri di meja.” Kita pun tanpa malu-malu menggasak seluruh hidangan di atas meja. Menu favorit Abe telor balado. Karena almarhum seorang vegetarian by accident, yang tiap makan makanan bernuansa daging pasti jackpot.
Banyak kenangan masa SMA yang terlalu banyak buat diceritain. Mulai dari tawuran, bolos, ngecengin wanita, sampe kubam. Juga, naik gunung bareng, rock climbing, caving, direndem di air terjun, di lumpur sawah, di gamparin senior. Trus.... kapan belajar bareng? Kayaknya kagak pernah deh. Gunanya SMA kan membangun relasi, kekariban dan kebugaran.
Hingga akhir SMA, gue dan Abe masih menjalin kontak. Pernah di taon 1992 awal, Abe berunjuk rasa di rumahnye, trus hijrah ke rumah gue. Nyokapnya nelpon nyokap gue. Nyokap gue ngamuk ke gue. Cewek paling gue hormati ini menginterogasi, dimana Abe mangkal. Gue layaknya spy yang ketangkep musuh. Tapi gue tetep tutup mulut. Sampe nyokapnye Abe, kakaknye dan adiknye dateng dengan bersedu sedan. Gue pun takluk. ”Di Kalibata Mall tante, di warungnya Agus.”
Rombongan itu cabut ke warung Pempek punya Agustiansyah aka Cabul. Gue nyesel ude bocor. Tapi kalo gak buka mulut, bisa-bisa gue disumpahin orang serumahnye. Lagian juga, kaburnye Abe bikin gue jadi jarang kuliah. Nongkrong melulu ama die. Gue takut Abe ngamuk. Tapi ternyata seminggu setelah kejadian, dia nelpon dengan ketawa-tawa. Tuntutannya dikabulkan.
Komunikasi sempet jarang saat gue kuliah di Jember. Tapi tiap liburan semester, rumahnye dan rumah Bejo yang selalu gue satronin. Sampe di taon 1994, Abe dateng ke asrama gw di Jember, bareng anak TSP Tommy (90), Imal (90), Ence (90) & Yudho (90). Mereka ngajak gue naek Argopuro, Raung, Welirang & Arjuno. Eks TSP yang di Unej, Aris (89), Fitri (93) ikut dalem pendakian. Turun dari Argopuro, Abe beli sepasang tikus putih yang dinamain Baderan dan Bremi. Nama itu untuk mengingat jalur pendakian yang membelah Argopuro. Naek dari Baderan (Situbondo) turun ke Bremi (Probolinggo). Jalur yang panjang. Pendakian makan waktu 4 hari 3 malem. Waktu masih di lereng gunung ini, semua pendaki ’mimpi basah’. Obyeknye sama. Kita indehoy dengan perempuan berkostum kerajaan. Syahdan menurut penduduk setempat, itu perempuan adalah Putri Rengganis, pentolan Gunung Argopuro.
Pendakian terakhir di Gunung Arjuno. Kami berpisah di Stasiun Pasar Turi Surabaya. Gue balik ke Jember mereka ke Jakarta. Sebulan setelah pendakian gue balik ke Jakarta. Baderan dan Bremi masih idup. ”Mis, coba lo masupin ke kantong celana,” kata Abe seraya menyodorkan dua tikus itu ke gue. Ternyata penemuan Abe hebat juga, dua tikus itu meng-gerayah2x di kantong celana bikin gue kegelian. He..he...
Komunikasi kembali jarang. Apalagi dengan Abe. Dia sedang tekun di kampusnye, Unas. Ketemu Abe lagi pada 1995. Bodynye makin bohay. Dia ikut fitnes, jadi sering makan putih telor. Rambutnya juga makin gondrong, mirip Sebastian Bach vokalisnye Skid Row. Keren, gak kayak waktu SMA yang kerempeng. Kabarnya dia jadi cowok idola di kampus. Beberapa tahun gue gak pernah ketemu Abe. Paling telpon-telponan waktu liburan.
Baru taon 2002, ketemu lagi di jogging track Senayan. Gue, Abe dan temen-temen eks-TSP dari berbagai angkatan lagi melatih napas buat pendakian reuni ke Gunung Gede. Tapi rencana batal, karena kantor masing-masing susah diajak kompromi.
Komunikasi dengan Abe mulai terjalin lagi. Gue sering telpon dia yang waktu itu gawe di StandChart. Biasa deh mo ngutang. Ketemu beberapa kali dalam kesempatan ketawa-ketiwi bareng. Hingga November 2007 gw denger dia sakit. Gue, Iman, Imal, Deden, Boy, Ucon dan bininye Ucon ketemu di rumahnye di Jatipadang. Dia belagak gak sakit keras. Nemenin kita menertawakan kedongoan masa SMA di ruang tamu rumahnya. Malah sempet nongkrong bareng Iman dan Imal di warung Padang depan jalan masuk ke rumahnye.
Seminggu kemudian, gue jenguk lagi ke rumahnye bareng Bejo dan Deden. Masih bisa duduk dan ngobrol2x. Kita bertiga juga tau diri, ngerokok di luar rumahnye. Jauh-jauh dari Abe. ”Gue yakin lo bakal sembuh,” kata gue sebelum pamit pulang.
Sampe pada 9 Desember 2007, gw dapat ajakan dari Imal jenguk Abe di RS Fatmawati. Ucon dan Deden yang berjasa besar dalam kisah masuknya Abe ke rumkit ini, karena Abe selalu nolak kalo disuruh ke RS. Di RS ini gue ketemu sama temen-temen TSP lainnye, Tommy, Imal, Iman, Bejo, Mario dan Ike (95), juga Heru wartawan Reuters temen Tommy yang pernah ditolong Abe.
Ironis, di ruang perawatan Abe pake kaos Dji Sam Soe, padahal dia dindikasikan radang paru. Gue iseng-iseng nyeletuk, ”wah, kaos lo obat batuk nih.” Abe ketawa, tapi tersedak. Imal protes, ”lo becanda jangan kelewatan.” Gue bilang ”kalem pren, kalo sakit kan perlu dihibur.” Abe setuju. Dia ngangguk-ngangguk. Tapi gak bisa ngomong. Suaranya lirih. Waktu gue pamitan pulang, gue tempelin pipi gue ke pipinye. Dingin. Gue berbisik, ”tabah Be’, lo pasti sembuh. Kite bakal nongkrong bareng lagi.” Die ngangguk. Telapaknye dingin dan basah. Tapi cengkramannye masih kuat, seolah gak pengen ditinggalin.
Beberapa hari di RS, Abe boleh pulang. Gue seneng banget dengernye. Bejo, Gue, Boy ke rumahnye. Abe nemuin di ruang tamu. Kita bertiga ngobrol, Abe jadi pendengar yang baik. Sekali-kali dia tertawa kecil mengenang masa kita bersama. Tentang anak-anak 37. Tentang gebetan masing-masing. Seru. Abe tetep berlaku sebagai tuan rumah yang baik. Dia nemenin kita bertiga walaupun susah payah. Waktu pamit sekali lagi gue ucapin kalimat yang sama, “Gue yakin lo pasti sembuh. Sodara gue juga ada yang sakit begini malah lebih parah. Tapi dia sekarang seger buger tuh. Yang penting lo disiplin minum obatnye.” Die cuma senyum.
Sabtu, 5 Januari 2008. Gue, Boy dan Bejo janjian lagi jenguk ke rumah Abe. Tapi entah mengapa, janji itu kita batalin. Kita sepakat untuk menjenguk minggu depannye.
Jumat, 11 Januari 2008. Gue kesel cuti bersama dibatalin, karena ada kerjaan kantor yang harus selesai. Tommy yang lagi liputan di luar kota nelpon gue, ”Mal, Abe kapan di makamin?”
Gue jawab, ”jangan ngawur lo Tom.”
”Kenape ngawur? Emang lo belom dapet kabar Abe meninggal?”
”Belom. Lo dapet kabar dari siape?”
”SMS dari Bejo,” jawab Tommy.
Pikir gue, sialan Bejo gue kagak dikabarin.”Ntar, gue kontak Bejo dulu.”
Gue protes ama Bejo. Tapi dia bilang udah SMS dari pagi. Gue lemes dapet kabar dari Bejo. Gue bilang ke istri, temen akrab yang pernah gue mimpiin bertamu akhirnye meninggal. Empat atau tiga hari sebelum kematian Abe, gue emang pernah cerita ke istri kalo gue mimpi Abe bertamu ke rumah gue.
Sempet nimbang2x antara ikut makamin Abe atau nepatin janji di kantor. Gue pilih makamin. Di rumah Abe, gue ketemu anak-anak 37. Dari banyaknye anak-anak yang dateng gue menilai Abe orang yang hangat yang mudah bergaul dengan siapapun. Antara senang dan sedih perasaan gue waktu itu. Senang, karena ketemu temen-temen yang puluhan taon gak ketemu. Bardan, Mail, Deden, Noviyar, Muhtad, Lia, Toro, Yaprita, Tubil, Libenk, Boy, Bejo, Sapto, Novri, Januar, dll. Sedih, Abe gak ada diantara mereka.
”Maafin Ucok ya Mal. Jangan lupain kami,” kata Mamanye Abe pas gue pamitan. Gue bengong. Itu sikap yang gak bisa ilang kalo gue feeling blue.
Tapi umur emang bukan punya kita. Kita semua cuma bisa berdoa, amal ibadah mereka diterima Allah Swt.
Dari kabar wafatnya temen-temen itu, ada satu postingan dari Lusi yang menurut gue sangat inspiratif.
”Pelajaran yang dipetik adalah...umur kita bisa diambil kapan aja oleh yang di atas... Jadi ..kalo bisa acara reuni dimatangkan dan kalo dah pasti diharapkan semua hadir, karena kita kan g tahu kapan bisa ketemu lagi sama temen lama,” kata Lusi.
Edited by Gamal Ferdhi (Senin, 7/7/2008)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Hai admin. Salam kenal. Saya sampai ke blog Anda secara tidak sengaja, ketika saya sedang mencari "SMA 37 angkatan 1993" tetapi melihat judul blog ini, saya tertarik untk mampir karena saya kenal lumayan banyak kakak2 kelas angkatan 1991. Sedih juga mendengar kabar duka diatas, diantara kenangan yang masih saya ingat; pada suatu acara sekolah (ulangtahun sekolah kalau tidak salah) kakak2 kelas membuat persembahan (taekwondo, puisi, menyanyi, dll) kami yang adik2 kelas menonton di lapangan, kak Orikbal Lukman menyanyikan lagu dari Guns n Roses "Patience" sambil membaca syairnya dari kertas. Waktu di ospek dulu, saya kirim surat kepada kak Nuri hehe.. menurut Raymond, waktu itu dia cuma dapat surat dari saya saja..ya..jadinya dia mondar-mandir depan kelas saya (I-6) perasannya campur antara tengsin dan takut hehehe.. oh ya, kelas saya waktu paginya dipakai untuk III Sos (lupa Sos berapa) ada Raymond, Muhtad, Sulaiman (Sule) ada beberapa cewek pembully yang kecentilan :D saya nggak pasti Iqbal Nasution di kelas yang sama atau tidak ... secara keseluruhan, kakak2 angkatan 1991 baik dan tidak sombong :)
Posting Komentar