Kamis, 12 Februari 2009

Sumbangsih Alumnus Buat Sang Guru

Silaturahmi yang sempat putus, terjalin kembali lewat para alumnus yang membentuk sebuah komunitas. Setelah itu jangan sampai terputus lagi.

KACANG tidak lupa kulit. Ungkapan dari peribahasa ini pantas disandang oleh Ikatan Alumni SMAN 37 Jakarta (ILUNI 37-91). Mantan siswa-siswi SMA ini memberikan wujud terima kasih dan sumbangsih mereka di mana mereka dahulu menimba ilmu.

Belum lama ini, di SMA Negeri 37, ILUNI 37 Angkatan 91 mengadakan Baksos (Bakti Sosial). Selain khitanan massal, dalam Baksos juga digelar pentas seni.

Sebuah tenda besar didirikan di lapangan basket SMAN 37 menaungi panggung berukuran 4x4 meter, lengkap dengan instrumen musik dan soundsystem sebesar 5.000 watt. Latar belakang panggung diberi tirai berupa selembar kain putih. Tiga film dokumenter reuni, karya bersama alumni 1991 yang bergelut di dunia film, broadcast dan jurnalistik, diputar di sana.

Panggung diisi oleh siswa-siswi untuk unjuk kemampuan di depan para alumni dan guru mereka. “Grup band, marawis, tari tradisional, modern dance silakan unjuk kebolehan di panggung ini,” undang Meina Suzanna, Koordinator Pentas Seni. Belakangan, alumni dan guru yang memiliki bakat seni juga tidak ragu naik pentas, membuat suasana makin semarak.

Program Manajer dan Koordinator Humas ILUNI 37-91 Gamal Ferdhi kepada Merdeka mengatakan, kegiatan yang mereka lakukan merupakan bagian dari misi sosial. “Kami memberikan bingkisan dan doorprizes buat guru, murid, dan sebagaian alumni. Acara sengaja difokuskan untuk lingkungan di sekolah,” jelas Gamal.

Menurut Gamal, dedikasi pahlawan tanpa jasa patut diberikan penghargaan. Seberapa pun yang telah diberikan para mantan murid tidak akan sanggup membalas jasa para guru.

Saat acara, ILUNI 37 mengundang guru yang telah pensiun, salah satunya Ibu Ruminah pernah menjadi guru Badan Penyuluhan (BP). Ibu Ruminah, kata Gamal, dulu merupakan tempat curhat bagi mereka. Undangan selebihnya adalah guru mereka yang masih menjabat di SMAN 37. Semua guru mendapat bingkisan berupa peralatan rumah tangga.

Saat Baksos digelar, seperti disebutkan Harini Sulistiani selaku Koordinator Baksos, ratusan pengunjung menikmati keceriaan acara. Sejumlah stand bazzar yang berdiri di arena Baksos dipenuhi orang. Barang-barang yang tersedia merupakan sumbangan para alumni angkatan 1991. “Hasil penjualan bazaar akan kami gunakan untuk kegiatan sosial selanjutnya,” ucap perempuan berkacamata ini.

Kepala Sekolah SMAN 37 Dra Nilwathny, MM menyambut bahagia atas penyelenggaraan Baksos. Menurutnya, ILUNI 37-91 adalah paguyuban alumni yang pertama menggelar acara sosial di SMAN 37. “Kami pihak sekolah tidak akan ragu mendukung setiap kegiatan yang bertujuan mengharumkan nama sekolah. Selain itu, keuntungan lain dari Baksos banyak alumni dari berbagai angkatan kembali menjenguk SMAN 37,” kata Nilwathny.

Sebuah silaturahmi yang dulu sempat terputus dan hilang, tambah Nilwathny, kini terjalin kembali dengan para alumni. “Dan saya berharap jangan sampai putus lagi,” pinta Nilwathny.

Ketua Pengurus ILUNI 37-91 Iman Arifiansyah sepakat dengan Nilwathny. Kata Iman, jalinan antara sekolah dan alumni memang perlu terus dibangun. “Saya berharap kegiatan Baksos menjadi embrio reuni akbar SMAN 37. Jika wadah besar itu terbentuk, kami akan siap melebur ke dalamnya dengan tidak melupakan semangat kebersamaan dengan karakter sosial yang peduli kepada sekolah dan masyarakat,” pungkas Iman.

Written by Yaumil Fadhil, harian MERDEKA (7/2/2009)

Berbagi Lewat Sunatan Massal


SEBANYAK 30 anak kecil seusia 7-14 tahun mendatangi sekolah SMAN 37, Kebon Baru, Jakarta Selatan. Anak-anak warga sekitar ini siap dikhitan. Hajatan diselenggarakan ILUNI 37-91 bekerjasama dengan pihak sekolah dibantu sebagian murid-murid SMA tersebut.

Fitriansyah bocah berusia delapan tahun terlihat menangis. Nafasnya sesenggukan. Air mata membasahi dua pipi montoknya. “Ryan ogah disunat,” kata Ryan, panggilan akrabnya.

Kedua orangtuanya sibuk membujuk si sulung dari dua bersaudara. Tiga dokter muda ikut turun tangan menenangkan si kecil Ryan.

Dokter seraya menyemprotkan spray anastesi bersiap melakukan penyunatan. Tapi Ryan bergeming. Tangisnya tetap membahana. Murid Madrasah Ibtidaiyyah Assa’diyah itu pun batal dikhitan.

“Padahal kemarin dia sendiri yang minta disunat. Formulirnya, dia juga yang ngasihin ke sini,” kata Soheh, ayah Ryan.

Bocah laki-laki kecil bersarung dan berbaju koko sebelum masuk ke ruang circumcisi (khitan, red) terlebih dahulu menunggu dalam sebuah kelas yang disulap menjadi ruang tunggu. Ruangan dihias balon dan kertas warna-warni sedemikian rupa untuk membuat menarik.

Di sana para peserta khitan duduk di atas hamparan karpet, asyik menyaksikan film kartun dan para alumni SMAN 37 memandu menyanyi bersama. Mereka dihibur untuk mengurangi rasa takut dan jenuh menunggu dikhitan.

“Suasana ruangan dirancang agar mereka tidak takut menjelang dikhitan,” kata Cicilia Luise, alumni SMAN 37 yang kini menjadi guru salah satu sekolah musik di bilangan Cinere, Jakarta Selatan.

Sekitar 20 dokter muda dari Tim Bantuan Medis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bersiap di kelas yang disediakan sebagai ruang circumcisi. Sebuah kelas berukuran 5 x 20 meter dibagi menjadi lima bilik dengan tirai kain putih.

Ketika para peserta dipanggil masuk ke bilik-bilik khitan, tangisan pun meledak dari mulut mungil mereka. Kalimat menghibur dilontarkan para dokter muda dan orangtua yang mengantarkan putranya. Tak urung dua bocah batal ikut khitanan massal.

“Satu orang mengundurkan diri. Seorang lagi karena alasan medis, dirujuk ke rumah sakit untuk observasi lebih lanjut,” jelas koordinator khitanan massal Ade Irwan.

Prosedur yang ditetapkan tim dokter, usai dikhitan anak-anak tersebut wajib menunggu di ruang pemulihan selama 30 menit. Tujuannya untuk melihat reaksi pasien pasca operasi circumcisi. Salah seorang dokter yang merupakan alumni menjadi supervisi dari tim dokter.

Seusai dikhitan, wajah mereka sumringah penuh kebahagiaan. Pasalnya, semangkuk es krim menunggu di ruang ini. Tak cuma itu, mereka mendapat tas berwarna merah berisi aneka cinderamata yang disiapkan penyelenggara untuk dibawa pulang.

“Bingkisan merupakan bagian dari sponsor penyelenggara yang kebetulan salah satu dari alumni bekerja di situ, sehingga memudah kan kami untuk mengajukannya, papar Gamal yang menjadi Program Manager dan Koordinator Humas dari ILUNI 37-91.

Buhairi, ayah dari M Hafizurahman yang dikhitan pada hari itu, merasa senang dan bersyukur atas program yang telah dilakukan pihak sekolah dan alumninya.

“Kami sebagai warga yang berada di sekitar wilayah sekolah merasa berterima kasih kepada SMAN 37, beserta alumninya. Sunatan sekarang kan mahal. Jadi dengan sunatan ini, Alhamdulillah kami terbantu,” ungkap Buhairi.

Khitanan massal termasuk rangkaian kegiatan Bakti Sosial (Baksos) menyambut HUT SMAN 37. Penyelenggaranya Ikatan Alumni SMAN 37 Jakarta angkatan 1991, biasa disebut ILUNI 37-91.


Written by Yaumil Fadhil, harian MERDEKA (7/2/2009)

Tak Bertemu 17 Tahun


MASA SMA adalah nostalgia terindah. Momen itu kerap menempel dalam kenangan dan mengundang keinginan untuk mengulangnya kembali lewat acara reunian. Ketika tidak bertemu sekian lama, tentu memiliki banyak cerita yang tak habis untuk diperbincangkan.

Tak lepas dari itu, wajar sekiranya jika sebuah sekolah memiliki paguyuban alumni. Begitu pula dengan para alumnus SMAN 37 yang lulus di tahun 1991-an. Sekian tahun tidak bertemu ada kerinduan bersama kawan-kawan untuk berkumpul bersama. Kemudian, setelah 17 tahun tak bertemu, perhelatan reuni pertama angkatan tahun 1991 itu pun terwujud pada 9 Agustus 2008. Haru-biru pertemuan angkatan pun meleleh.

Mengingat angkatannya merupakan kelompok usia mapan, para mantan pelajar 90-an itu kemudian menelurkan gagasan untuk membentuk wadah bagi para alumnus. Suatu wadah yang bertujuan mempererat persaudaraan anggota-anggotanya yang telah lama terpisah. Lantas, lahirlah Ikatan Alumni SMAN 37 angkatan 1991 yang biasa mereka sebut ILUNI 37-91.

ILUNI 37-91 dideklarasikan oleh Iman Arifiansyah, sehingga reuni tahun 2008 bisa terlaksana. Setelah itu diadakan pemilihan Ketua ILUNI dengan empat kandidat. Iman mendapat suara terbanyak dan dinobatkan sebagai Ketua ILUNI 37-91. Dalam wadah ini terhimpun sekitar 500 alumni yang terdiri dari berbagai profesi.

Meski baru berusia seumur jagung, ILUNI 37-91 telah banyak melakukan kerja sosial. Semisal, alumni memberikan sumbangan berupa beasiswa pendidikan kepada murid-murid kurang mampu. Dananya terkumpul melalui kocek para alumni.

“Lembaga ini juga membantu teman-teman yang sedang kesulitan. Meski dananya kami dapat dari teman-teman lain yang memiliki rejeki berlebih. Selain kegiatan amal, sejumlah pelatihan guna meningkatkan kapasitas murid SMAN 37 sedang dirancang oleh para ILUNI 37-91,” jelas Iman.

Pasca reuni pada Ramadhan tahun lalu, komunitas ini menggelar buka puasa yang diikuti anak-anak yatim-piatu dari Yayasan Nurul Iman di Srengseng, Yayasan Umat Muslim untuk Kesejahteraan Anak di Cawang, dan Yayasan Nurul Ikhlas dari Kemayoran. Layaknya buka puasa bersama, rangkaian kegiatan diikuti Taushiyah sebelum berbuka dan tarawih.

Written by Yaumil Fadhil, harian MERDEKA (7/2/2009)