Senin, 29 Desember 2008

Contact Request

Ass.Wr.Wb
Numpang nebeng.
Saya alumni 91, tetapi bukan siswa, namun guru. Saya pernah mengajar matematika angkatan anda ketika kelas 1, yaitu tahun ajaran 88/89 semseter 2. Tahun 1991 saya pindah ke SMPN 254 Jagakarsa. Beberapa siswa yang masih saya ingat: Siti bathiah Balqis, Damayanti, R.Bambang Suryo, Iqbal (i.6), Ahmad Fajri (1.6), si kembar Lina Marlina dan Leni Marleni, Sigit Pramono, pacarnya Titin, Sri Mayangsari dll. Kalau adik kelas anda yang saya ingat: Sudaryati Sudarto, putrinya Bu Sudiyati, Septi, dll.

Kalau anda kebetulan saya ajar, saya minta no hp atau alamat emailnya ya? Ini nomor hape saya, tapi sms saja 08561110254
Terima kasih admin blog ini

--
Sri Santoso
srisantoso.1@gmail.com

Jumat, 28 November 2008

Najmah

Berawal dari sebuah gugatan. Pengurus Iluni dinilai terlalu asyik mengurus hura-hura. Larut dalam polemik dokumentasi reuni hingga abai missi sosial Iluni. Gugatan itu mendorong saya mewakili ILUNI 37-91 dan dua teman bertandang ke ruang Perinatologi RSCM.

Lorong seantero RSCM tak pernah berubah. Nuansa muram masih setia menggayut di rumah sakit peninggalan kolonial itu. Begitu pun selasar sebelah kanan Gedung Central Medical Unit (CMU) RSCM, Jakarta. Siraman cahaya empat set neon tak dapat menghalau temaram Sabtu (15/11) malam itu. Beberapa keluarga pasien melepas penat di sana.Tampak pula seorang bocah delapan tahun bersimpuh sendirian di tikar merah.

“Nauval, tunggu di situ sebentar. Ayah ke atas dulu,” kata ayahnya setengah berteriak dari depan gerbang CMU.

Anak kecil itu mengangkat kepalanya seraya mengangguk dan tersenyum. Lantas kembali tenggelam dalam keasyikannya. Usai mendapuk saya menemani bocah itu, kedua teman saya segera ke lantai 3 Gedung CMU diantar ayah Nauval.

“Hai, saya Gamal. Kawan ayahmu waktu SMA. Nama kamu siapa?” kata saya sembari menjabat tangannya. “Nauval,” katanya diimbuhi senyum.

Saya mengusik kesibukannya. Nauval menunjukkan jeep 4x4 sekepalannya. Dia memodifikasi mainan itu dengan menjepitkan sebuah senter led sebesar kelingking di rangka terpal jeep. Minatur mobil off road itu layaknya memanggul meriam besar.

Beberapa keluarga pasien lain yang baru datang ke selasar itu menyapa Nauval dengan hangat. Dia membalasnya dengan senyum. Nauval murid kelas 2 di sebuah SD Negeri di Kebon Baru. Dari caranya menghadapi orang lain, saya menilai dia bocah beremosi cerdas. Perkiraan saya tak meleset. Prestasi akademisnya pun lumayan.

“Rangking ya, di kelas?” “Waktu kelas 1 rangking 6 dan 7. Bagi rapot kemarin, rangking 6,” ungkapnya.. Kami pun ngobrol ngalor-ngidul. Lima belas menit berlalu, Ayah Nauval tak kunjung kembali. “Biasa nih kalo ibu-ibu yang besuk, jadi kelamaan ngobrol,” pikir saya.

Limpasan hujan dari cucuran mulai membasahi lantai, membuat kami tak nyaman bercengkrama di selasar itu. Nauval membenamkan tubuhnya dalam jaket karet sintetis hitamnya. Dia bilang sejak pukul 1 siang sudah tiba di RSCM.

“Kamu lapar, nggak? Saya lapar, nih. Kita makan yuk,” ajak saya. Bocah itu menggangguk antusias. “Tapi saya nggak tau tempatnya. Terserah Nauval aja deh.”

Dia bergegas ke arah jembatan kayu yang membelah jalan Inspeksi dan Sungai Ciliwung. Sejenak saya ragu.. Lorong itu minim penerangan. Tapi karena buta tempat itu, saya mengikutinya. Kelihatanya Nauval akrab dengan daerah itu. Kami melintasi jembatan tersebut, menyongsong rinai gerimis menuju sebuah warung nasi sederhana di jalan Kimia.

Sang empunya warung menyambut Nauval dengan hangat layaknya bertemu kawan lama. Saya memersilahkan Nauval memilih sendiri menu favoritnya. Belum sempat nasi disantap, segenap warung di sana mati listrik. Saya bersungut-sungut minta lilin. Tapi Nauval tenang saja. Dia merogoh saku jaketnya. Jeep bersenter led pun menerangi piringnya.

“Cerdas nih anak,” saya kembali kagum padanya. “Kami memang biasa makan di situ. Malah Nauval suka numpang bikin PR di situ,” kata ayah Nauval, setibanya saya dan bocah itu kembali ke selasar Gedung CMU.

Nauval Aryando adalah putra sulung pasangan Sudarlindo Warman Esa dan Aryanti. Seperti juga kedua orang tuanya, setiap hari Nauval harus berlelah-lelah pergi pulang dari RSCM ke rumah mereka di kawasan Kebon Baru, Jakarta. Sepulang sekolah, Nauval kerap menemani ibunya ke rumah sakit itu. Mereka kembali ke rumah malam hari dijemput ayahnya seusai bubaran kantor.

“Capek nggak ke sini terus?” tanya saya kepada Nauval di awal pertemuan kami.

“Nggak. Aku kan nunggu adikku,” jawab Nauval.

“Kamu senang punya adik?” Dia mengiyakan dengan senyumnya.

“Pernah lihat adikmu?”

Dengan senyum lagi dia menggeleng. “Tapi aku pernah lihat fotonya.”

“Siapa namanya?”

“Najmah,” katanya singkat.

Adik perempuannya, Najmah masih dalam pengampuan rumah sakit itu. Najmah Haaniyah Arlin, begitu Sudarlindo menamakan putri bungsu mereka. Najmah adalah kata dalam bahasa Arab yang artinya bintang. Haaniyah berarti kesayangan.

“Arlin singkatan dari nama kita berdua. Jadi artinya, bintang kesayangan Aryanti dan Sudarlindo,” jelas Sudar panggilan karib Sudarlindo.

Najmah lahir 9 September 2008 di RSCM Jakarta. Tuhan berkehendak bayi perempuan itu lahir lewat operasi Caesar di usia kandungan 6 bulan 1 minggu. Penyebabnya, tekanan darah Aryanti, Ibu Najmah, melonjak. Berat Najmah waktu itu hanya 800 gram.

Sudar masih ingat kata-kata dokter yang menolong kelahiran putrinya itu. “Ibu jangan berharap banyak bayi Ibu hidup.”

Tapi Sudar tak peduli pesimisme sang dokter. “Gue pasrah aja, yang penting gue berjuang dulu,” katanya.

Seminggu setelah kelahiran, buah hati mereka baru dapat dijenguk di Neonatal Intensive Care Unit (NICU). Bayi perempuan ini terbaring lemah di inkubator dengan bantuan beberapa peralatan medis. Jarum infus menancap di sekujur tubuh Najmah. Selang-selangnya menjuntai mengasup cairan menuju tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri dan kepala si mungil. Electrocardiogram (ECG) terus melaporkan detak jantungnya. Ventilator (alat bantu pernapasan) dipasang di hidungnya.

Di tengah jalan, dokter menyarankan ventilator diganti dengan oksigen bertekanan tinggi. Padahal untuk mendapatkan ventilator, Sudar sempat dipingpong pihak rumah sakit. Alasan mereka, semua ventilator masih dipakai pasien lain. Dia diminta RSCM agar menyewa dari rumah sakit lain. Dalam kegalauannya, akhirnya RSCM memenuhi kebutuhan ventilator untuk buah hatinya.

Meski Najmah masih di rumah sakit, Sudar tetap menggelar aqiqah buat putrinya di pertengahan Oktober 2008. “Gue harus berusaha sekuat tenaga buat dia. Keputusannya di tangan Tuhan,” kata Sudar. Belum tuntas hajatan berlangsung, rumah sakit menelepon. Najmah beberapa hari tak buang air besar. Pasangan itu diminta menyediakan alat bantu. Bersama salah satu karibnya di SMA, Yossi Dwi Hartono, Sudar menelusuri apotek-apotek di Ibukota. Hasilnya nihil.

Dokter menawarkan pilihan terburuk, membuat anus buatan. Tapi seorang dokter yang iba kepadanya memberi alternatif. Alat bantu tersedia, tapi bekas dan harus disterilisasi. Setelah berkonsultasi dengan dokter bedah, Sudar pun menyetujui. Najmah kembali dilimpahi kemurahan Tuhan. Salah satu masalah teratasi.

“Musti bersyukurlah, anak gue cuma prematur. Gak ada penyakit-penyakit lain. Masih banyak yang lebih susah,” kata Sudar.

Hingga Sabtu lalu, Sudar dan keluarganya masih harus bertandang ke rumah sakit dua kali sehari. Pagi hari mengantar perahan ASI istrinya untuk Najmah, sekalian mengambil resep obat. Malam sepulang kantor, dia mengantar obat yang telah ditebus. Sekaligus menjemput istrinya dan Nauval.

Kondisi Najmah berangsur membaik. Dua minggu terakhir semua alat bantu yang menempel di tubuh mungilnya sudah dicabut. Kini beratnya 1.700 gram.

“Dokter bilang, kalau 1.800 gram boleh pulang. Jadi kita musti hati-hati menjaganya,” kata Ariyanti berharap.

Perhatian utama lainnya adalah menjaga kadar hemoglobin. Akibat kadarnya rendah, selama perawatan Najmah sudah ditransfusi 15 kantong darah. Saya menawarkan diri mendonorkan darah seandainya Najmah membutuhkan.

“Kebetulan darah gue O. Kontak gue segera kalo butuh.”

“Mudah-mudahan sih nggak butuh,” Sudar menimpali.

Ada kekhawatiran lain menghantui keluarga ini. Penggunaan oksigen tekanan tinggi dapat berdampak pada pengelihatan Najmah. Dokter menyarankan terapi laser sebagai solusi. Tak cuma itu, kalium posphat, obat untuk membantu pertumbuhan tulang, belum didapat hingga kini. “Udah kelilingan belum nemu juga,” jelas Sudar.

Melihat begitu banyaknya tindakan medis, dengan rikuh saya menanyakan biaya pemulihan Najmah. Puluhan juta sudah keluar dari saku keluarga tersebut. Itu pun sudah ditopang Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang hanya mengcover 50 persen dari keseluruhan biaya. Hutang sekitar dua puluh juta sudah menanti.

“Sampai semua harta gue habis gue ikhlas demi anak,” tegas Sudar.

“Kalau sampai habis juga gak bisa keluar bagaimana?” tanya saya usil.

“Gue pasang badan, Mal!” Saya terkesiap dan meminta maaf. Pertanyaan saya itu, seolah niatan meninggalkannya sendirian melawan masalah.

Saya membesarkan hatinya, “yang bakal bantuin lo bukan anak Bio aje, Dar. Alumni 37 semua, temen lo.”

Sumbangan dalam bentuk apapun memang sangat dibutuhkan Keluarga Sudar. Agar Najmah cepat pulih dan segera berkumpul bersama keluarganya. Apalagi Nauval, kakak Najmah. Laki-laki kecil ini begitu merindukan adiknya.

“Kata ayah, gak boleh naik sama Pak Satpam. Tapi nanti kalau Pak Satpam di atas nggak ada, aku bakal naik sendiri ketemu adikku,” Nauval bertekad.

Mendengar itu tenggorokan saya serasa menelan kerikil.

Written by Gamal Ferdhi.

Sabtu, 18 Oktober 2008

HALAL BIHALAL SMA Negeri 37 Jakarta Lulusan Th 91

Buat Semua warga SMA 37 Jakarta yang lulus di taon 91 akan diadakan acara

"HALAL BIHALAL PASCA REUNI & LEBARAN"

yang insya allah pada,

Tanggal : 25 Oktober 2008
Hari : Sabtu
Jam : 15:00 WIB s/d 22:00 WIB
Tempat : GABAN STUDIO
Alamat : Buncit Raya, Mampang Prapatan sebelah Dealer Mobil Nissan
HTM : Rp. 25.000,- include fresh cemilan & gorengan
Acara : - Pembagian CD (bukan celana dalem) acara Reuni agustus lalu
- Nyanyi gratis di iringi Organ Tunggal "O.M OION MIDI"
- Foto Bareng selebritis (Indra birowo)
- Dimeriahkan bagi-bagi "Door Prize" dr yg berulang tahun di bulan Oktober (to be confirmed)

Untuk Info dan pemesan tempat Hub : Gus Gamal di 0811977xxx atau gamalferdhi@yahoo.com (24 jam on line) (kayak circle K)


DON'T MISS IT

Jumat, 26 September 2008

Buka Puasa Bersama ILUNI 37-91
Berbagi Kebahagian Bersama Yatim Piatu


Jakarta, Kanal 37
Matahari sore menembus rimbun deretan pepohonan di jalan Tanjung. Area ring satu masa Orde Baru berkuasa itu lengang, hingga diusik deru metromini yang datang. Sepuluh tahun lalu, tepatnya pada 1998, moda transportasi itu adalah momok bagi Pasukan anti Huru-Hara (PHH) Kodam Jaya yang bertugas di sana. Pasalnya, bis tanggung itu andalan para demonstran untuk merangsek kawasan tersebut.

Kini tidak ada PHH bertameng dan demonstran dengan ikat kepala, justru puluhan gadis cilik berjilbab dan bocah lelaki berbaju takwa menghambur dari perut bis berwarna jingga merona itu.

Mereka adalah anak-anak yatim piatu dari tiga panti asuhan di Jakarta yang dikerahkan oleh sahibul bait Satrio N. R.. Mereka berasal dari Yayasan Nurul Iman, Srengseng, Yayasan Umat Muslim untuk Kesejahteraan Anak, Cawang dan Yayasan Nurul Ikhlas, Kemayoran.

Ikatan Alumni SMAN 37 angkatan 1991 (ILUNI 37-91) sengaja mengundang para tamu kehormatan itu untuk buka puasa bersama di kediaman Satrio ‘Bejo’ Nur Rachmanto di Jl. Tanjung No. 17, Menteng, Sabtu, (20/9/2008).
(Lihat Foto-foto buka Bersama)

Seraya duduk manis di ruangan yang lebih sejuk ketimbang kabin metromini, mereka menyaksikan film animasi Anak Sholeh yang diputar panitia. Sementara para alumni masih sibuk mempersiapkan piranti acara. Mulai dari kotak donasi hingga konsumsi.

Menjelang pelaksanaan acara, empat bintang utama membatalkan kehadiran. Dengan sigap Lia Ratna, supervisor kegiatan, merevisi susunan acara. Kekhidmatan buka puasa bersama itu ditingkahi kesibukan panitia menata sumbangan konsumsi yang terus berdatangan. Meski gratis, sekitar seratus undangan yang hadir dalam acara tersebut menikmati hidangan yang layak dan berlimpah.

Demikian halnya dengan sedekah dan sumbangan. Selain dapat berbagi dengan bingkisan dan uang untuk 60 yatim piatu yang hadir di acara tersebut, alumni 37-91 juga tidak melupakan delapan yatim di lingkungan keluarga besar ILUNI 37-91.

“Bagi yatim di lingkungan kita, akan didistribusikan segera sebelum Hari Raya Idul Fitri. Ini berlaku juga untuk fidiyah dari teman-teman,” kata Program Officer Buka Puasa Bersama R. Ponco Hartawan kepada Kanal 37.

Yudha Arifianto juga mengomentari kesibukan seluruh alumni, dari berbagai latar belakang, yang tekun menyukseskan Buka Puasa Bersama itu. “Salut gue ama angkatan kita. Kalo ada cara semua jalan dan kompak ngedukung,” kata cowok kalem yang bakal didapuk jadi Deputi Ketua Iluni, setengah berbisik.

Seluruh guru, alumni dan yatim piatu yang hadir duduk mengitari ruang tamu rumah Satrio yang disetting sebagai aula pertemuan dan tempat shalat berjama’ah.

Didampingi Fidina Sari yang didaulat menjadi pembawa acara, Ketua Iluni ILUNI 37-91 Iman Arifiansyah menyampaikan sambutanya. Menurut Iman, acara buka puasa bersama adalah untuk berbagi kebahagian bersama yatim piatu.

“Kami sudah sosialisasikan acara ini ke beberapa angkatan alumni. Mereka mendukung sepenuhnya. InsyaAllah, mereka akan membangun jaringan dengan kita,’ kata Iman optimis.

Mantan Ketua OSIS angkatan 1991 juga menyatakan terima kasih atas dukungan para guru terhadap ILUNI 37-91. “Kedatangan bapak dan ibu guru ke acara ini memotivasi kami untuk membangun ILUNI ini agar lebih bermanfaat bagi sekolah,” papar Iman.

Saat memberi sambutan, Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan SMU 37 Drs. Budi Winahyu mengungkapkan keharuannya. “Bangga kami melihat kalian sekarang ini. Meski 17 tahun berpisah bisa kembali menjalin tali silaturrahim,” kata Pak Budi.

Guru-guru yang hadir dalam acara ini, kata Pak Budi, juga dititipi ucapan terima kasih dari adik-adik dan keluarga yang dibantu alumni. “Mereka berdoa semoga kakak kelasnya angkatan 1991 mendapat pahala dan rejeki berlimpah,” kata Pak Budi.

Seperti diketahui, Reuni 37-91 menyisihkan kelebihan dana kegiatan sebesar Rp 5 juta untuk tiga siswa kurang mampu. Mereka tidak dapat membayar SPP selama empat hingga enam bulan.

Selain berterima kasih, pihak SMU 37 berharap tali silaturahim dengan alumninya tidak terputus. “Meski secara organisasi kita berbeda, tapi masih tetap satu keluarga besar SMAN 37. Dan silaturahim kita ini tidak berhenti di hari ini, tapi berlangsung hingga akhir hayat,” ungkap Pak Budi yang pada 1991 mengajar Fisika.

Sebelum berbuka bersama, para tetamu disuguhi siraman rohani oleh Ustadz H. Abdullah pengasuh Panti Asuhan Nurul Ikhlas, Kemayoran. Inti tausyiah H. Abdullah agar setiap manusia, terutama kaum muslimin menjauhi dusta dan berbuat curang. “Apalagi ini bulan Ramadhan,” kata Ustadz Abdullah.

Dia menekankan, ”kalau sekali kita berbohong, maka selanjutnya susah sekali mendapat kepercayaan dari orang lain.”

Adzan Magrib yang berkumandang menamatkan forum tersebut. Semua alumni yang hadir bahu-membahu menyiapkan ta’jil untuk para yatim. Dilanjutkan dengan shalat Magrib, Isya dan Tarawih berjama’ah. Di akhir acara para guru yang hadir mendapat bingkisan dari alumni 37-91, begitu pula para yatim piatu. Dan acara yang paling ditunggu alumni pun berlanjut: ramah tamah dan foto-foto.


written by Gamal Ferdhi

Kamis, 21 Agustus 2008

ILUNI 37-91 Serahkan Bantuan Pendidikan


Jakarta, Kanal37
Ikatan Alumni SMAN 37 Angkatan 1991 (ILUNI 37-91) menyerahkan bantuan pendidikan sebesar lima juta rupiah kepada SMAN 37. Bantuan pendidikan tersebut adalah kelebihan dana dari penyelenggaraan reuni angkatan 1991 yang digelar 9 Agustus lalu di Jakarta.

“Alhamdulillah, ini adalah bentuk partisipasi semua alumni. Walaupun kami akui ini hanya sedikit sumba
ngsih kami, dibandingkan sekolah kita dulu yang memiliki jasa sangat besar.”

Demikian Ketua ILUNI 37-91 Iman Arifiansyah Pulun memulai sambutannya ketika penyerahan simbolik bantuan tersebut di Ruang Guru SMAN 37, Rabu (20/8/2008), Pkl. 12.30 WIB. Hadir bersama Iman beberapa pengurus Iluni. Mereka adalah Yudha Arifianto, Lia Ratnasari, Fidina Sari, Gamal Ferdhi, Muhtad Wassil dan Rona Moranta Silitonga.

Bantuan pendidika
n tersebut diterima Kepala Sekolah SMAN 37 Ibu Dra. Nilwathy S., MM. Penyerahan itu juga disaksikan tiga wakil kepala sekolah dan puluhan guru yang sedang berkumpul di ruang itu.

Dalam kesempatan itu, Iman melaporkan bahwa alumni 37 angkatan 1991 telah membentuk ikatan alumni yang disebut Iluni 37-91. “InsyaAllah, Iluni dapat melanjutkan bantuan pendidikan ini di masa-masa yang akan datang,’ kata mantan aktivis pencinta alam SMAN 37 Trisaptapala ini.

Iman juga meminta doa dan dukungan moril dari guru-guru kepada Iluni. “Agar dharma bakti kami kepada sekolah dapat berlanjut dan berjalan dengan baik,” kata mantan Ketua OSIS SMAN 37 angkatan 1991 ini.

Ibu Dra. Nilwathy S menyambut baik harapan Iluni. Dia menyatakan sangat gembira kedatangan anak-anak didik yang kini sudah dewasa. “Kita bersyukur mereka masih ingat adik-adiknya. Mungkin karena mereka juga pernah merasakan melihat teman-temanya yang kurang beruntung,” kata Dra Nilwathy yang baru menduduki jabatanya pada 4 Agustus lalu.

Atas nama Bapak dan Ibu Guru, juga murid-murid di kelas 10, 11, dan 12, Nilwathy menyampaikan rasa terima kasih. Dia bersyukur dan mengucapkan selamat atas berdirinya Iluni. Diharapkan lembaga tersebut bisa menjadi jembatan antara alumni dan sekolah agar bisa membangun SMAN 37.

“Mudah-mudahan apa yang diberikan bapak dan ibu guru dahulu bermanfaat buat para alumni. Dan yang diberikan alumni bermanfaat buat adik-adik kalian yang masih bersekolah,“ pungkas Dra. Nilwathy.

Usai sambutan, acara dilanjutkan dengan penyerahan simbolis bantuan pendidikan itu. Kepala Sekolah membubuhkan tandatangannya di atas plakat bantuan. Dilanjutkan dengan tour de 37 yang dipandu Wakil Kepala Sekolah bidang Sarpras dan Humas Dra. Frida Silitonga. Ibu Frida menunjukkan sarana dan prasarana sekolah yang telah berubah, juga yang masih ‘setia’ seperti 17 tahun lampau, ali
as ketinggalan jaman.

“Sekolah yang ak
an mengadakan seleksi penerima bantuan. Prioritasnya adalah siswa kelas 12 karena masa pendidikan mereka yang hampir selesai,” kata Iman kepada Kanal 37 usai acara tersebut di kantin mie ayam belakang sekolah.

Jumlah penerima, besaran dana dan rentang waktu penerimaan bantuan tersebut, kata Iman, juga disusun pihak sekolah. “Minggu depan sekolah akan memberikan laporan kepada Iluni,” pungkas pria parlente berkacamata ini.

Written by Gamal Ferdhi (20/8/2008)

Jumat, 15 Agustus 2008

D Day

Sabtu, 9 Agustus 2008,

08.15 WIB
Don Bejo SMS eyangnya meninggal. Waduh makin berat aje nih kerja panitia. Ude Suzan, Deden sekarang Bejo pula. Padahal ada satu mata acara yang mewajibkan kehadiran si Don.

11.00 WIB
Gue ke rumah Bocil, terus bareng Fifi ke Bugs Cafe. Kata Fifi, Lia nervous menghadapi Hari-H. “Bismillah aja Lia. Semua bakal lancar,” cerita Fifi persis ustadzah. Bocil terus ngedesek gue ngapalin More Then Words. Gue kena syndrome fatalis. “Biarin aje deh. Lagian Oion masih ngusahain Deden bisa dateng,” kata gue berharap.

13.00 WIB
Sampe di Bugs belom ada panitia lainnya. Padahal kita sepakat jam 13 buat ngedekor area registrasi. “Gimana sih, Hari-H masih pada ngaret aja,” Fifi ngedumel. Sambil nunggu panitia lainnya, gue, Bocil, Fifi dan keluarganya makan dulu di Kidzsport. Entah menunya yang gak cocok, atau emang lagi depresi kebanyakan masalah, abis makan gue malah diserang sugesti blackout. Kepala gue serasa melayang. Gue paksain buat ngedekor juga, sambil sebentar-bentar istirahat. Panitia lainnya tetep serius mempersiapkan acara. Kesian panitia emak-emak, Fifi, Lia, Bocil & Lizta ude pade cantik nyalon, keringetan lagi gara-gara ngedekor.

16.00 WIB
Giliran panitia bidang multimedia yang sibuk di dalem venue. Tapi Iman ngajak gue ke rumahnya di Pondok Labu. Ngambil bambu buat background red carpet. Sekalian gue mandi. Ditawarin makan, gue hajar juga buat ngelawan sugesti blackout yang gue duga gara-gara maag.

17.00 WIB
Badan ude agak seger. Balik lagi ke Bugs. Alumni ude menyesaki area registrasi. Mereka Ngisi buku tamu di tiga laptop, kemudian foto di red carpet dilanjutkan tanda tangan di atas canvas. Semua temen lama ngumpul di situ. Banyak yang bikin pangling. Beberapa guru juga susul menyusul dateng. Gila ye 17 taon kagak ketemu.

18.30 WIB
Muhtad membuka acara. Terus Noviyar pidato. Oion SMS mampir ke HP gue. Deden dipastikan gak bisa hadir, jadi gue harus gantiin Deden nyanyi bareng Oion. Nyessss.... Gue deg-degan lagi. Celingukan kanan-kiri, vokalis lainnya Suzan belum kelihatan batang hidungnya. Gue kontak dia, “Lo masih dandan ye? Kelamaan lo.” Dia bilang masih di jalan. Macet. Ahh... lega juga, berarti cuma Deden yang harus diganti.

Acara terus bergulir. Tapi nanjaknya terlalu cepet. Tau-tau tiga film dokumenter langsung diputer. Making the reuni, Napak Tilas dan terakhir In Memoriam. Muncul tiga host, Lia, Fifi dan Muhtad. Di situ Muhtad kagak bisa nahan emosi setelah nonton In Memoriam. Suaranya tercekat mau nangis, Lia gelagapan, untung ada Fifi yang wise. “Kita kan mau senang-senang di reuni,” kata Fifi nenangin Muhtad. Tapi bukan Muhtad doang yang hanyut, Cici yang berdiri di sebelah gue juga nangis.

Yudha yang jadi runner ngingetin giliran gue manggung. “Gila nih anak-anak, gue ditaro setelah hadirin terpukau nonton film dokumenter. Jadi antiklimaks nih,” pikir gue. Baru deh gue panik nyari lirik lagu More Than Words. Tanya sana-sini gak ada yang megang. Gue blagak pede naik panggung tanpa teks. Belagak yakin dengan daya simpen otak gue. Pan 17 taon yang lalu juga sering tereak-tereak menghayati tuh lagu bareng Deden di kantin. Oion udeh siap.

Sialan pas di atas panggung, bait pertama tuh lagu ilang dari kepala gue. Padahal waktu latian bareng gampang banget meluncurnya. Celingukan lagi. Hangat lampu spot menyiram muka gue. Berarti muka gue dingin nih. Pucet. Di seberang panggung kelihatan Cici yang memberikan aplaus. Ngeliat itu, pede gue yang anjlok bangkit lagi. Thanks Ci...

Gue terus terang ke hadirin, posisi gue sekarang gak sehebat Deden yang 17 taon lalu nyayiin lagu ini waktu perpisahan di Gedung Sekneg. “Ini tribute buat Deden yang lagi sakit,” kata gue sekenanya. Nyanyi dah. Sempet lupa di tengah-tengah. Untung Oion yang jadi gitaris dan Noviyar yang komat-kamit ikut nyanyi di seberang panggung membongkar lagi memori gue akan lyric lagu ini.

Rasanya panjaaaang banget tuh lagu. Ini lebih berat daripada orasi ilmiah atau pidato. Tapi akhirnya kelar juga. Alhamdulillah gue kagak disambitin penonton he..he...

Satu tugas pokok udeh selesai. Tinggal dua missi lagi yang harus dituntaskan. Suprise Ultah Boy dan meminta kemurahan hati Don Bejo untuk meluluskan Breaking News Kanal 37.

Surprise buat Boy dirancang gue ama Erfan Agus Setiawan aka Tubil waktu ceting Kamis malem. Rencana itu gue sounding ke Lia sebagai penanggungjawab acara untuk penyesuaian rundown. Tapi sayang Boy ada tugas ke Jogja. Kereta dan travel gak ada yang berangkat di atas jam 21.00 WIB. Alternatif terakhirnya, panitia musti dapet tiket penerbangan di Minggu pagi.

Gue minta Kopi ngontak bininya Boy waktu para guru naik ke atas panggung nyanyiin Hymne Guru. Boy keluar ruangan nerima telpon bininya. Rencana ‘busuk’ gue atur. Tapi karena acara Hymne Guru itu cuma improvisasi gue mengisi luang menunggu koneksi teleconf dengan Ita Yuliastuti di Aussie dan Yuki di Netherland, rencana surprise jadi batal. Panitia menganulir rencana ini. Muhtad sempat mendebat gue, skedul suprise Boy bukan di sini. Gue ngotot, tapi sadar juga karena emang gue belom koordinasi dengan dia. Waktu gue ngeloyor, sayup-sayup gue denger Muhtad ngomong, “sorry... sorry.” Gue juga minta maaf Tad, gak sempet bilang ke elo.

Cici dan Lyndon ude naik panggung memandu teleconf. Yudha bilang kita atur lagi jadwal surprise. Tubil dan gue pun merancang Plan C. Waktunya di akhir pemutaran Breaking News Kanal 37. Jadi gue harus melobby Bejo dulu meloloskan penayangan tuh news fiktif.

Justru paling berat melobby Bejo. Panitia paham, pagi harinya eyangnya tercinta wafat. Sempet ada lontaran kalo Bejo gak hadir, Breaking News gak usah ditayangin. Tubil, pembuat film ini, was-was juga Bejo gak bisa dateng.

Sore harinya gue nelpon Bejo. Dengan berbagai dalih gue minta kehadirannya. Bejo gak yakin. “Lo kan tau keluarga gue lagi berduka.” Gue pun memaklumi dan gak berharap banyak dia bisa hadir. Tapi sorenya, hati gue bunggah begitu ngeliat sosok Don Bejo Costello tampak diantara kerumunan alumni. Thanks Jo...

Iman, Yudha dan Tubil berkali-kali nanyain aprovalnya Bejo. Menjelang talkshow, gue ngelobby Bejo untuk yang terakhir kalinya. Gue ‘sandera’ Bejo dengan kelancaran acara. Kalo Bnews kagak bisa tampil, dampaknya surprise Ultah Boy juga kagak ada. Gue pun menjaminkan diri ke die. “Gue yang jadi moderator klarifikasinya, Jo.” Bejo emang berjiwa besar. Sensornya pun dibatalkan.

Talkshow yang dipandu gue, Indra ‘Doyok’ Birowo, Iman Arifiansyah Pulun, Ponco Hartawan dan Daisy Rakhmawati berjalan rada garing. Yudha nyamperin gue dari belakang screen seraya menggorok lehernya dengan tangan, sebagai kode durasi habis. Untung Supriyadi Sulhan aka Jojon yang gue undang ke depan nyebut Tubil dalam kasusnya ditangkep Polisi waktu tawuran.

Gotcha! Kisah Jojon soal Tubil gue jadiin bridge buat penayangan Breaking News Kanal 37. “Nih satu lagi kejailan Tubil yang disimpen selama 18 taon,” imbuh gue.

Film indie dengan tokoh utama Don Bejo Costello dan foto ‘mesranya’nya bersama NS, 18 taon lalu tayang. Isinya berita ‘skandal’ fiktif dewan pembina reuni itu. Di akhir penayangan film, Tubil, Boy dan Bejo gue dapuk maju ke depan buat menjelaskan sejarah film itu. Tampilnya tiga pelaku sejarah itu gue jeda dengan surprise Ultah Boy. “Boy ini dulu tokoh antagonis yang sekarang jadi protagonis,” kata gue. Semua nyanyi Selamat Ulang Tahun. Boy dapet selamat dari temen-temenya. Gue juga ngasih selamat seraya nyerahin tiket pesawatnya. Tapi die nendang gue dulu karena dikerjain.

Pfuiihhh... lega. Mission completed.

Abis dua acara itu, gue duduk-duduk aje diseberang stage menghayati suasana. Bu Frida yang mewakili Kepsek 37 memberi sambutan. Dilanjutin dengan pembagian souvenir buat guru. Dan foto bareng dengan mereka.

Ponco & the Konco’s nyanyiin Greatest Love of All yang didedikasikan buat almarhum Nuri. Rasa kehilangan Ponco mendongkrak pedenya. Disusul Lia, Suzan & Lyndon bawain You’ve Got a Friend. Begitu Lia & Lyndon turun, Oion nawarin Suzan nyanyi lagi. Kesempatan itu langsung disamber Suzan.

“Ho-oh aje die,” kata Tubil yang berdiri di belakang gue.

“Ude sakaw pengen nyanyi die,” gue nimpalin.

Lagu Memori hits nya Uthe dilantunkan Suzan. Konon, lagu ini dipersembahkan Suzan spesial buat Adi ‘Ayam’ Kuncoro, gitaris Depok yang berguru di Jerman. Waktu latihan, Suzan sempet nyanyi diiringi raungan gitar Ayam. Judulnya ampir mirip, Memories, tapi dari Within Temptation grup metal bergenre dutch symphonic. Sayang Adi Ayam, yang nama cetinganya DD Vernie, gak sempet menyaksikan asuhanya naik panggung. Kalo die nonton paling nangis bombay.

Di tengah lagu, bahu gue ditepuk orang. Ternyata Tubil bawa kembang plastik yang gak tau dicolong darimane. “Kasih nih... kasih ke Suzan,” kata Tubil seraya menyurungkan tuh kembang. Gue gelagapan. Tapi gue segera sadar, Tubil biasa pake tangan orang buat menyampaikan “maksud hatinya” ke orang lain. Akhirnya gue jadi messengernya Tubil. Lo musti terima kasih ke gue, Bil.

Dilanjutin games dan door prize. Nyesek dah jadi panitia, kagak berhak dapat tuh hadiah yang berlimpah. Terus, Bestdress yang disabet Indra Barata dan Kartika. Indra pake stelan item ala crewnya pembalap. Kartika... ehhmm... keterpukauan gue bikin susah mendeskripsikanya. Secara 17 taon yang lalu, die direndem di sawah bareng anak TSP lainya, sekarang ud jadi kinclong.

Disusul sambutan Iman Pulun mantan Ketua Osis. Iman organisatoris yang handal. Berkat Iman kerja panitia reuni jadi efektif. Wajar kalo dia sekarang menduduki Ketua Iluni 37-91. Film dokumenter diputer ulang buat yang telat. Deddy Bulbul yang brewokan mirip Taliban memimpin doa. Die malem itu pake topi Pakol khas Afghanistan. Terus beberapa panitia naik ke panggung nyanyiin anthem “Ingatlah Hari Ini” by Project Pop.

Dilanjutin acara bebas. Ada yang joget-joget, dansa-dansi tapi satu-persatu alumni juga ada yang ninggalin arena. Tapi ditahan Bejo, “kita foto bareng dulu.” Alumni yang masih tersisa layaknya kucing garong ditawarin ikan asin. Napsu. Padahal dari awal sampai acara berakhir, sesi foto-foto pake kamera masing-masing terus berlangsung. Posenya juga macem-macem. Mulai dari menendang sampe ‘mengundang’. Ada pose kharismatis juga erotis. Biarin deh die pade gila-gilaan di reuni, ntar juga sampe rumah harus masuk ke dunia nyata lagi.

Bugs beranjak sepi. Beberapa alumni termasuk gue nyanyi seenak udel di panggung. Oion dan Indra Doyok masih setia mengiringi. Sampe dua orang itu kecapean, tinggal MP3 doang yang diputer. Tapi masih ada juga yang ngebet nyanyi, termasuk gue. Akhirnya sisa pengunjung cuma ngobrol-ngobrol. Ada Dedy Bulbul ngajak pengajian rutin. Dj Inoow aka Thorell ngusulin buat pertemuan lanjutan alumni di bulan Puasa. “Adain sahur keliling bersama aje,” usul Thorell. Oion masih konsisten dengan usul arisan nge-band. Ada juga yang usul futsal bareng, tapi nungguin Hall Futsal nya Wawan di Buncit buka. Biar bisa gratisan.


D+ (plus)1

Minggu, 10 Agustus 2008

1.00 WIB
Sampe bener-bener sepi, sekitar jam 1.00 WIB dinihari panitia baru beranjak ninggalin Bugs. Ada kali empat kali gue salaman tapi gak jadi pulang. Muhtad masih nawarin nongkrong lagi. Kayaknya kita gak rela buat berpisah cieee.... Niat hati mo ngelanjutin nongkrong tapi body ude kagak sanggup.

1.30 WIB
Sampe juga di rumah. Seperti biasa pager belom dikunci. Lampu ruang tamu masih terang. Gue buka HP ada beberapa temen ngucapin terima kasih dan selamat. Juga usulan ketemuan alumni lagi. Alumni yang hadir seneng banget dan berharap besar kepada Iluni.
Ngebacanya jadi bahagia, tapi juga sedih. Karena gue sendiri pesimis bisa gak Iluni menjaga benang persahabatan kita.

Kayaknya gue terserang syndrome Kurt Cobain. Vocalis Nirvana ini hidup senang terus. Karena gak mau ketemu susah, akhirnya memampuskan diri taon 1994. Berkaca dari Kurt, gue pengen menghapus kebahagiaan hari ini. Biar besok, kagak kecewa kalo gak bisa ketemu lagi dengan temen-temen yang hebat.

Langsung semua SMS dan call log keluar-masuk gue set di ‘purge all’. Sederet dokumen sejarah reuni yang bersamayam selama empat bulan di HP gue pun amblas.

Gue tidur dengan gundah
.

D+ (plus) 3

Selasa, 12 Agustus 2008

Kecaman dan nasehat datang bertubi-tubi dari temen-temen yang gue cuekin telpon dan sms-nya. Gue bilang lagi recharge mental. Orang punya cara beragam untuk itu. Ada yang sholat, kontemplasi, bertapa atau menjauhi realitas sejenak.

Nah, gue baru melalui proses itu. Sekarang gue ude fresh lagi, dan ude kembali ke dunia nyata.

Kapan kita rapat pembentukan Iluni? He..he....

(Writes by Gamal Ferdhi, 11/8/2008)

Selasa, 12 Agustus 2008

D - (minus) 1

Jumat 8 Agustus 2008,

19.48 WIB
Gue putus koneksi internet setelah Nila, Adri, Ida, Lucy, Winky dan Blek pamit dari konfrens room. Mereka alumni SMAN 37 angkatan 91 yang aktivis dunia maya. Kita selalu cela-celaan tanpa pernah dibawa masuk ke hati. Biasanye ada satu lagi dedengkot komunikasi semu itu, Tubil. Tapi dia gak nongol seharian.

“Lagi luluran ame fitting, kali,” kata gue kepada khalayak ceting yang nanyain keberadaan Tubil.
Nila kontan pamit offline. Alesanye juga pengen nyalon. Wajar deh, besok kan rencananya kita bakal ketemuan di ajang reuni. Jadi pada berlomba dandan.

Biasanya setelah mereka offline, gue ngelanjutin nyelesaiin kerjaan kantor. Atau nungguin SMS dari para boss panitia. Isinya instruksi ngumpul atau nyelesaiin agenda reuni yang belum dikerjain. Tapi malam ini kayaknye semua sudah kelar. Gue juga lagi gak mood nyelesain tugas kantor. Reuni memenuhi benak gue. Jadi gue mo langsung pulang aja. Istirahat setelah tiga malem kemaren kurang tidur.

Gue bunuh power PC. Monitor meredup dan mati. Tapi gue gak segera beranjak dari kursi kantor. Kuduk gue merinding membayangkan D-Day besok.

Ada rasa seneng, tapi juga sedih. Mungkin gak kebersaman kita tetep terjalin usai reuni? Waktu mau reuni pembicaraan kita jelas, soal mencari temen-temen, persiapan reuni dan rencana-rencana lainya. Tapi setelah ini mo ngobrolin apa ya? Mudah-mudahan reuni bukan puncak pertemuan kami yang terpisah 17 tahun. Soalnye dari reuni-reuni angkatan lain juga punya rencana muluk. Tapi akhirnya bubar juga di tengah jalan. Mudah-mudahan angkatan gue beda.

20.30 WIB
Tumben gue ude sampe di rumah. Bisanya paling siang jam 23.00 WIB baru pulang. Lebih tumben lagi, pager rumah ude di gembok. Lampu ruang tamu juga ude tewas. Padahal jam berapa pun gue pulang tuh lampu masih tetep nyala dan gembok cuma nyangkut. Gue telpon Ratu rumah gue yang ud tidur. Die bukain gembok dengan heran.

“Kirain bakal pulang pagi Pah, kan besok reuninya.”

“Pengen tidur cepet Bun, biar besok seger,” kata gue.

Die ude paham, kalo gue fokus pada satu hal pasti kayak orang autis. Susah dialihin. Jadi percuma kalo diambekin.

Sambil rehat gue buka HP. Ada SMS masuk dari Tubil dan Oion. Tubil minta dicariin adapter jack headpone dari gede ke kecil. Karena gue gaptek, SMS nye gue foward ke Yudha. Yang mengejutkan SMS Oion. “Deden gak bisa manggung. Alesanya gak bisa gue kasih tau.”

Gue terhenyak. Kacau dua vokalis di acara utama kagak bisa tampil. Karena sehari sebelumnye gue juga dapet SMS dari Suzan yang hilang mood nyanyi di reuni. Suzan bisa tampil, tapi dengan beberapa syarat. Gue menyanggupi persyaratannye.

Kalau Deden emang agak rumit. Gue pun maklum. Deden minta masalahnye cuma dikasih tau ke panitia tertentu aje. “Gak enak,” kata Deden beralasan.

Gue kontak beberapa panitia. Oion dan Lia, gue minta cari pengganti Deden. Karena telur di ujung tanduk, mereka mendapuk gue buat bawain More Than Words nye Extreme. Dengan getir dan grogi gue kabulin permintaan mereka.

The show must go on, tapi dengan syarat. “Peran gue di beberapa skena acara harus diganti orang lain. Gue aje bosen liat gue tampil melulu, apelagi alumni laennye,” kata gue beralasan. Lia pun mengubah rundown acaranye. Muhtad juga nelpon menginform surat suara untuk pemilu Iluni sudah jadi.

21.15 WIB
Niat gue tidur cepat gagal karena masalah para vokalis tadi. Sekonyong-konyong HP gue menyalak. Siska Kopi nelpon. Dia heran kenapa gue baek banget sama iparnya, Boy Rinaldi.

“Kenape lo beliin die tiket pesawat ke Jogja?”

Boy, Sang Kepsek emang dapet tugas ke Jogja mendampingi murid-muridnya yang lagi workshop film. Gue dan Tubil berprakarsa gantiin tiket kereta Boy yang berangkat pada 9 Agustus sore dengan pesawat pada 10 Agustus pagi. Biar Boy bisa dateng ke reuni karena punya tugas klarifikasi beberapa hal di reuni.

Kopi paham, tapi dia ijin gak bisa ikut persiapan acara karena musti hadir di ultah salah satu keluarganya. “Emang gue dongo ape. Boy kan yang ultah?” sergah gue. Dia ngaku juga.

Akhirnye gue minta dia bantuin mensukseskan Plan A dan Plan B rencana surprise Ultah Boy di reuni. “Janji lo ye. Jangan dibocorin ke siapa juga!”

Malam semakin larut, gue tetep gak bisa tidur. Deg-degan gue menghadapi D-Day.


(Written by Gamal Ferdhi 8/8/2008)

D'SWIIT SEPENTIiiiinnn



Dear friends...

Selamat bwat smua yang pada bisa ngumpul ketemu temen2 lama.

Selamat.. selamat..dan selamat.. bwat PANITIA atas usahanya selama berbulan2 buat ngejadiin reuni ini, terutama kerja karasnya pas malm itu... gue cm bisa doa'in semoga segala jerih payah temen2 mendapat balasan rahmat berlipat ganda dari Yang Maha Kuasa.

Sedih banget gua gag bisa ikut gabung... sedih yg berminggu2 udah tertanam di hati, segala usaha buat balik ke jakarta gagal. termasuk usaha buat menuhin janji ke Lia utk bikin video rekaman'pun gagal. Sori bgt ya Li... seandainya aja elo tau sgala usaha gila gue. Uugh.

Tapi ada secercah harapan buat teleconference. Harapan terakhir, yg sebelumnya juga udah sempet bikin gue patah hati secara web cam gue rusak. Untung aja di detik-detik terakhir ada malaikat yg dateng bawain gue cam baru. Thanks my beloved hubby.

Jadilah hari sabtu mulei jam 3 waktu jakarta, gue sengaja gag mau kemana2. Gue cuma mau ketemu temen2 n ngikutin acara "D-swit sepentin'an" . Dengan setia gue nongkrongin kompi nunggu panggilan yang mendebarkan dari Muhtad. Berjam-jam nongkrong dengan harap-harap cemas, sambil bete kedinginan krn heater rumah lagi ngambek dg gag tau dirinya.

Begitu gue bisa OL sama Muhtad...JREEENGGG. . Wwuiiih hepi banget bisa ngeliat tampang cute'nya itu..wakakakak. .. juga ada Lia yg keliatan cape banget, ada Ali Kuple n Oion, salah gag ya gue? Tapiii harapan gue yang menjulang tinggi buat bisa liat temen2 semua terpaksa gagal karena telecon'nya mengalami amnesia selain gagu...diam seribu bahasa. Meski Lyndon udah berusaha ngarahin tapi komunikasi tetep tak terarah. Hiks..hiks.. .

Kecewa..?? Pastilah. Tapi gue bisa maklumin banget kok. Gue dah cukup terhibur meski cm bisa ngeliat segelintir temen2. Gue berterima kasih atas usaha temen2 terutama Cici n Muhtad yang siap2 bakal tertimpa lonjakan pulsa krn buat streaming. Gue juga bisa ngerasain atmosfer kegembiraan di bug's cafe lewat bbrp kali telp ke Cici, Muhtad n Yudha. Many thanks for all of you guys.

Btw, barusan gue dah ngeliat foto2 gila di reuni. Ya ampun... SERU BANGET!!!

Senengnya bisa mandangin (baca: melototin) tampang temen2 yg belasan taon gag pernah ngeliat. Keren2 banget siiiy... pasti hepih banget ya bisa ketawa rame2 gitu.


Semoga masih ada kesempatan buat gue dan temens lain yang malem itu gag bisa ikut 'kembali menjadi anak SMA' seperti kata Bocil. Semoga kita semua diberi kesehatan dan kesempatan untuk terus menjaga tali silaturahmi yg dengan susah payahnya terjalin ini.

Sekali lagi Selamat buat temen2 smua.. dan berbaris-baris acungan jempol bwat PANITIA.

salam kangen,

Ita Yuliastuti

Selasa, 05 Agustus 2008

Final Countdown


Final Countdown yang dirilis Europe taon 1986 kayaknya kena banget ama penantian alumni SMAN 37 angkatan 1991. Nih hari, kita semua lagi harap-harap cemas menghitung mundur Рcountdown- mulai dari H-4 (H minus 4) sampai finalnya, yaitu reuni di Bugs Caf̩, Pondok Indah, Sabtu 9 Agustus 2008.

Sayangnye, tuh lagu kelupaan dinyanyiin waktu latihan terakhir kemaren, Minggu (3/7/2008) di Gaban Studio, Warung Buncit. Dari personil band, vokalis, music director, sampe koreografer, kagak satu juga yang ngingetin buat ngenyanyiin lagu yg nge-hits sampe awal kita masuk SMA itu. Mungkin lengkinganye Joey Tempest di awal lagu itu langsung menggoyahkan nyali para vokalis amatiran, jadi kita pun tau diri kagak perlu nyoba-nyoba deh.

Padahal Oion Nurdi, music director merangkap keyboardis di panggung reuni, sering mancing pake intronye Carrie, lagu yang sealbum Final Countdown. Gue cukup familiar ama nih lagu. Soalnye waktu kelas 3, Carrie sering dikulik Meidy sebagai media mengkhayal cewek 92 pujaanye yang menurut dia kyk Btari Karlinda (namanye gue rahasia in deh Med… he..he..).

Nah, tujuan Oion tuh biar pade maksain diri nyanyiin Carrie karena cita-citanye kan kyk smsnye: “latian ampe muntah.” Ternyata Oion sukses bikin Mail migren. Deden yang masuk angin musti direiki Bocil. Bahkan gue nyaris muntah. Sebabnye, terprovokasi tujuh jam (dari pkl 15 -22) tereak-tereak di depan mic cuma dengan dukungan enerji mie ayam. Padahal perut pribumi gue mendambakan sepiring nasi. Gak cuma itu, salah satu vokalis yang kerap mengampanyekan anti-MSG sampe diare, akibat lambungnye cuma diganjel mie ayam, walaupun hasratnye gasak soto kaki.

Tapi yang penting, latihan terakhir kemaren rame banget. Oion ngarahin semua musisi. Indra Doyok yang anaknye lagi meriang masih rela ngegebuk drum sampe 17.30. Trus digantiin ama Yudha. Agus Cabul bela-belain turun gunung dari Lido Sukabumi buat ngulik rhytm gantian ama Deden yang juga jadi vokalis utama bareng Noviar. Meidi yg baru nongol stelah 17 taon ngebetot bass. Lia jd koreografer merangkap vokalis. Bocil dan Lizta yang galak juga nyanyi skaligus jadi manajer latian. Dengan oktaf yang lebih tinggi dari badannye, suara Cici mendominasi nyanyi keroyokan reunited anthem “Ingatlah Hari Ini”. Di lagu ini semua crew diwajibin nyanyi.

Suzan, penyanyi kamar mandi kambuhan, bawain dua lagu cengeng. Die juga ditawarin Deden duet dalam “Eh Ujan Gerimis Aje” karya Bang Ben. Die diminta nyanyi lagu-lagu gothic metal dengan raungan gitar Adi Ayam van Depok. Untungnye Doyok ude pulang, jadi pade kagak bisa bawain drumnye. Suzan ama Adi maksa gue. Tapi gue cengar-cengir doang karena emang ude lama kagak nabokin drum. “Pokoknye kalo lo gak manggung, gue juga ogah,” kata Suzan diaminin Ayam. Kayaknye ‘rayuan’ ini pernah juga dilontarin ke Tubil yang dilamar jadi drumer, trus Tubil cerita ke gue. Waktu itu jawaban Tubil singkat,”so sweeeet.” Akhirnye tuh lagu gothic ditangguhkan sampe reuni berikutnya.

Serunye pas jam session. Hapal ape kagak, fals atau merdu urusan belakangan. Semua nyanyi berdasarkan napsunye. Dari yang melow, slow, regae sampe rock, heavy dan trash metal. Noviyar nyanyi lagu ape aje. Cengkoknye yang regae (karena lafal R nye selalu jelas) dimirip-miripin kayak Sebastian Bach. Mail juga merasa kyk Axl Rose. Setelah puas di sesi poto-poto, perwakilan Gemari ‘91 (Gerombolan Emak2x Arisan) Susu, Kopi, Yaprita bawain lagu-lagu lembek. Suzan ngeliatin doang. Perutnye melilit gara-gara ngembat mie ayam dingin. Keliatanye mereka lagi persiapan buat nyanyi di launching organisasinye yang digelar deket pemilu. Karena aktenye udeh diurus gratis di notaris Yaprita Sirait, MKn. Tapi dari semua yang nyanyi di jam session, cuma satu yang bikin gue terkesima. Waktu Deden nyanyiin lagu One nye U2. Suara Deden kayaknye masuk juga ke atmosfirnye Bono, pentolan U2.

“Bawain lagi Den pas reuni,” kata gue.

“Ogah ah… gue melulu. Bosen,” jawab Deden.

Di sela-sela acara bebas itu, Rona Moranta melontarkan ide buat arisan. Oion setuju seraya ngimbuhin arisannye di studio band aje. Dia juga usul seminggu atau sebulan sekali. Deden dan gue antusias. Rona nimpalin sekali-kali bisa juga di karaoke-an. Tapi gue nolak. Karaoke kagak manusiawi. Soalnye, musiknye kagak bisa salah. Lagian kalo nge-band sendiri kan satu lagu bisa variatif warna musiknye. Kayak waktu latihan lagu “I Can’t Get No - Satisfaction” yang bisa dibawain dalam versi Rolling Stones trus jadi reggae.

“Kalo nge-band bisa bebas jejingkrakan kyk anak metal,” kata gue. Meidi setuju, malah die nambahin usul, “yang menang arisan yang bayar studionye.”

Oke juga tuh usulanye, yang mao ikut daftar di Oion.

Tapi sebelom mikirin arisan kite suksesin dulu deh nih reuni yang tinggal empat hari lagi. Latihanye aje udeh ampe eneg, masuk angin dan mencret segala.

Written by Gamal Ferdhi (5/8/2008)

Pisa Cafe - Mahakam


Pada datang yaa hari kamis tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.00 WIB di Pisa Cafe - Mahakam. Gw main disana bersama Beda Band dengan vocalisnya Yopie Beda & Saleh Sadon (Cover Version Rod Stewart), dan ada Miko Lemaz di drum.


Kita seru - seruan lagi, nyanyi - nyanyi lagi mumpung yang ngiringin komplit dan udah biasa ngiringin orang nyanyi.


C U..


www.friendster.com/oionmidi

Senin, 21 Juli 2008

Behind the Sin

“Bungkus, dah!” kata Erfan A. Setiawan a.k.a Tubil, tepat jam 17.55, Selasa (15/7) di kamar ortunye Muhtad yang disulap jadi ruang nonton TV. Kalimat itu emang yang gue tungguin meluncur dari moncong Tubil, sutradara semua produk audio visual yang bakal diputer di reuni. Itu artinye semua syuting udah kelar. Gue yang jadi kacung sutradara, langsung mengemas tripod, kamera dan microphone.

Dulu, saat nonton Making the Video di MTV gue pernah denger kalimat sejenis. Waktu itu Britney Spears lagi syuting video klipnye. Die girang banget begitu sutradaranye teriak: ”it’s a wrap”. Gw sangka Britney girang mo di rape (perkosa) sutradaranye. Setelah gw dengerin lagi ternyata wrap (bungkus).

Posisi Tubil mirip sutradaranye Britney. Bedanye cuma artisnye doang. Satunye Britney, sedang Tubil memoles artis dadakan yang rada lemot. Sempet pengen diadain audisi buat ngejaring pemeran utama. Cuma syaratnye emang rada berat. Sang artis harus mewakili kedongoan masa SMA. Dan yang utama, kagak punya malu. Susah banget nyari orang yang memenuhi kriteria itu. Lagian siape juga lagi yang mao dianggap kagak punya malu. Akhirnye, Tubil menggunakan hak prerogatifnye. Seorang kawan pun didapuk jadi aktor.

Rencana syuting dua hari (12 & 13 Juli) jadi molor. Gue, Tubil dan si aktor terpaksa ngeboongin kantor masing-masing demi merampungkan syuting di hari Selasa (15/7). Jadi, tiga hari pengambilan gambar buat skenario terakhir. Belom lagi syuting awal interview Kepsek dan guru di SMA 37 oleh Noel dan gue, Senin (16/6), Tubil dan gue melengkapi interview di sekolah hari Sabtu (21/6), syuting di Bali oleh Rona dan Yasin waktu awal Juli. Juga pengambilan gambar suasana sekolah by Noel, Senin(14/7). Ada kali kalo semua ditotal jadi seminggu.

Molornye juga karena kendala tak terduga di lokasi-lokasi syuting. Warung Ucun dipake kawinan, juga hunting ruangan yang representatif untuk menyempurnakan salah satu scene. Apelagi syuting outdoor yang ngelibatin banyak figuran, lebih ribet lagi. Bawaanye pengen nyolot aje ngatur supir bis, penumpang bis, kenek, timer liar, tukang sate, ibu-ibu yang bawa karung, Pak Fachri (Guru Inggris) yang ngajak ngobrol di PSPT, ojek yang seliweran, para pelintas rel. Walau begitu semua musti dikelarin, demi kejar tayang di Reuni SMA 37 angk 91 di Bugs Cafe, 9 Agustus 2008.

Ada empat produk audio visual yang alumni bisa nikmatin di sela-sela reuni yang digelar dari jam 17.00 - 23.00 WIB. Napak tilas, in memoriam, film fiksi indie, dan making of reuni. Para pembuatnye, selain Tubil, sutradara yang pernah ngegaet trophy FFI 2004, ada Noel praktisi dokumentasi, Rona dan Yasin yang hobi travelling sampe bela-belain terbang ke Bali buat ngambil satu adegan. Juga ada, Muhtad yang doyan nyuting pake kamera still, Yudha yang ude dua kali pindah kerja di stasiun TV, Boy yang barusan jadi Kepsek SMK Broadcast, dan terakhir gue, yang bertugas ngontak kru karena dituduh punya tagihan HP unlimit tp baterenye selalu drop.

Peralatan yang digunaken standar broadcast, jadi kualitas filmnye jangan lo ragukan deh. ”Gue pan udah pernah bikin pelm, masak bikin lagi yang ca’ur,” kata Tubil menyampaikan komitmennye waktu memulai syuting hari terakhir di rumah Rona. Untuk urusan bikin pelm, gue emang percaya 100 persen tanpa reserve kepada Tubil. Jadi gue pun gak segan menghamba kepadanye saat proses produksi.

”Kalo soal pelm bole dah, tapi kalo yang laen gue gak caya ama elo, bil,” gue sampein itu ke Tubil saat ceting beberapa hari lalu. Jadi semisal, gue nerima kabar yang bakal memojokan posisi gue, pasti Tubil yang gue salahin nomor satu. Begitu juga temen-temen deketnye. Kalo ada gosip miring, pasti Tubil duluan yang ditagih klarifikasinye. Dan apesnye, gue selalu dianggap kongsiannye. Akibatnye, kalo ada angin buruk berhembus ke telinga temen-temen, gue ama Tubil yang disalahin, walopun bukan dari kita asal beritanye. Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang gak bakal percaya...he..he..

Cuma barusan saat ceting, die ngaku kebiasaannye menyutradarai pelm sering kebablasan di dunia nyata dan virtual.”Pokoknye gw ciptain konflik bwt lo, Mal. Tugas gw sebagai sutradara gak sbates di film,” kata Tubil waktu gue curhat soal pencemaran nama baik gue. Ngeriiiiihhhh.....

Tapi dibalik dosa-dosanye Tubil (behind the scene gue plesetin jd behind the sin) ngerjain orang, gue sering takjub ama ide-ide gilanye. Juga, gue salut ama temen-temen yang udeh setengah mampus mendukung pelaksanaan reuni.

written by Gamal Ferdhi (21/7/2008)

Related Stories:
Catatan Akhir Sekolah

Senin, 14 Juli 2008

Acara Zona' 80 Metro TV


Meski tak terlalu Heboh...Namun acara musik yang meyajikan warna musik di era Tahun 80an yang ditayangkan di Metro TV setiap Hari Minggu jam 10 malam cukup menyegarkan. ZONA'80 (Masih Ada) demikian nama program acara tersebut, memberi warna tersendiri bagi penikmat musik era tahun 80an. Menyaksikan lagu-lagu yang pernah populer pada masanya, ditambah dengan adanya dialog dengan sang pemopuler lagu tersebut lewat layar kaca, bisa membuat keasyikan tersendiri akan kenangan masa lampau.

Tak pernah terbesit sedikitpun untuk bisa menyaksikan secara langsung pembuatan bahkan menjadi tamu (audience) di acara televisi berita pertama di tanah air tersebut. Adalah 'OION' yang pertama kali menawarkannya ke rekan alumni 37 untuk ikut ambil bagian menjadi tetamu di acara tersebut. Alhasil mendapat sambutan yang baik daripara alumnus 37 pecinta musik dalam negri untuk berpartisipasi, ditambah karena acara tersebut sangat potensi menjadi media promosi Acara Reuni SMA 37_91 tanggal 9 Agustus yang akan datang, dan 33 Orang mendaftarkan untuk ikut. Dari 33 orang yang terdaftar hanya beberapa orang saja yang datang berkumpul ditempat yang sudah ditentukan untuk bersama-sama menuju studio Metro TV di Kebun Jeruk.

Sayang hanya Rona, Muhtad, Yudha, Hofiyanto, Didi, Mutaqin(Aqin) ,Steka, Bostaque, Oion, dan CICI saja yang hadir. Dan di tempat berkumpul, semua nama diatas menobatkan CICI sebagai yang tercantik.

Karna sedikitnya rekan alumni yang hadir, perlu menambah jumlah peserta guna dapat mempromosikan acara Reuni dengan heboh, agar pesan yang akan dibawa bisa sampai lewat teriakan. Dengan senioritas yang dimiliki, Yudha mengerahkan pasukan PASKIB siswi 37 untuk meramaikan. 5 orang wanita siswi SMA 37 anggota Paskib pun turut dengan alumnusnya, tak ketinggalan dengan Steka yang membawa rekan-rekannya.

Setelah tiba dan mengisi buku tamu, kami memasuki studio siaran yang cukup besar. Ternyata di dalam studio tersebut telah berkumpul ratusan orang dari berbagai almamater dengan misi yang sama untuk menggunakan acara tersebut sebagai media..PROMOSI REUNI. Tak tanggung salah satu anggota Project P (Denny Chandra) membawa rekan almamaternya untuk mempromosikan acara reuni mereka.

Beruntunglah Host diacara tersebut adalah IDA ARIMURTI yang juga sahabat dari rekan kita Muhtad Wassil ( Katanya temen lama difriendster / dan terbukti si IDAnya nyamperin si Muhtad untuk mintafoto bareng ). Jadi dengan jumlah kami yang sedikit membuat kami lebih PD untuk teriak dan berpose lucu. Ditambah rekannya si IDA ARIMURTI tadi adalah si"JOE" Project P, wah tambah PD banget, karna JOE Project P temen cici di Facebook (sayang cici ngga mau foto bareng si Joe).

Eh pas bintang tamunya mau nyanyi...si Rona ngelirik kebelakang, eh artis yang di Undang si Julius Sitanggang, temen si Rona waktu kecil, yah jadi tambah luar biasa PD. Dah gitu pas si Julius Sitanggang nyanyi dan die nyamperin sahabatnya lamanya si Rona, jadi deh si Rona diajak nyanyi 1 bait. Kayanya sih di sorot kamera. Klo disorot berarti die masuk TIPI.

Pokoknya seru deh ngikutin acara kemarin, kata orang situ kegiatan kemarin itu namanya TAPPING, alias acara rekaman untuk ditayangin di Hari MINGGU tanggal 20 JULI 2008. Pulangnya aja kru Metro TIPI pada antri minta foto dengan kami.

Jadi Jangan Lupa TONTON ACARA ZONA'80 di METRO TV jam 22.00 WIB Rona, Muhtad, Yudha, Hofiyanto, Didi, Mutaqin, Steka, Bostaque, Oion, dan CICI mungkin masup TIPI untuk Promosi Reuni 37_91.

Walau sedikit Kecewa karna sedikit yang hadir ikutan Tapping itu, tapi kami berharap teman -teman alumnus 37_91 yang belum tau Reuni dan kebetulan nonton jadi tau dan cari tau tentang acara tanggal 9 Agustus nanti.

Terima kasih Untuk Arie"OION" Nurdi yang menawarkan dan mengajak ikut serta di acara itu.. mudah-mudahan yang kemarin hadir masup TIPI.

Untuk foto-foto di acara kemarin, besok Senin 14 Juli aja dimasupin untuk dilihat ya (biar liat foto muhtad dengan ida arimurti)... ...

Jangan Lupa Nonton ya tanggal:

20 Juli jam 22.00 Hanya di MetroTIVI/The Election Channel

-RM-


Ditulis oleh: Rona Moranta

Selasa, 08 Juli 2008

Singing Bee


Singing Bee merupakan sebuah game show musik yang diproduksi oleh Singing Bee Production, Inc. meliputi babak-babak eliminasi dalam setiap serinya. 6 Peserta yang terpilih akan diuji pengetahuan lirik lagu sampai tersisa 1 peserta diatas panggung. (12 Peserta terbagi kedalam dua seri yang terdiri atas 6 orang peserta – ini berlaku untuk versi Program satu jam). Peserta yang bertahan sampai babak akhir berhak melaju ke babak THE FINAL COUNTDOWN untuk menentukan berapa jumlah uang yang berhasil dibawa pulang (jika berhasil). Peserta yang tersisih tidak mendapatkan hanya akan mendapatkan hadiah hiburan.
Tayang perdana di bulan agustus 2008. Rencananya tiap senen malam, nonton yaak.. ada gw disitu
__--== Arie "Oion" Nurdi ==--__

Mengenang yang Telah Pergi


Harapan sering jauh dari kenyataan. Harapan reuni angkatan 1991 setelah 17 tahun meninggalkan SMAN 37 adalah kembali berkumpul dengan seluruh alumni. Kenyataanya 13 sahabat sudah kembali ke haribaan Sang Khalik. Mereka yaitu: Agung Soetopo aka Ole (Sos), Arifin Abdul Rahman aka Abe (Sos), Bayu Cahyonugroho aka Elvis (Sos), Darman aka Darhim (Sos), Faisal aka Blek (sos), Frisna Noor aka Frisna (Bio), Harto (sos), Herry Julianus Diner aka Kopet (Sos), Hilman Lunardi aka Hilman blek (Fis), Orikbal Lukman aka Oriq (sos), R. Septanuradi aka Nuri (Fis), Ria Yanuti Bastiarini aka Ria Taekwondo (Fis), Rudy Harwato aka Rudi Gasong (Sos).

Buat memastikan kabar mereka, panitia tidak mau gegabah. Karena sebelumnya beberapa nama yang dikabarkan sudah meninggal ternyata masih sehat wal afiat. Maka kami meminta konfirmasi dari sejumlah teman di milis alumni SMA 37 angk. 91. Para alumni memastikan bahwa sahabat-sahabat kita tersebut memang sudah mendahului. Tak cuma itu, selaksa kenangan bersama almarhum/ ah dicurahkan dalam postingan dan pernyataan yang terangkum di bawah ini.

Agung Sutopo (Ole)
Ridho menilai alm. Ole dikenal semua org sebagai pribadi yg baik banget. Sama anak cewek alm. Ole care selalu mengusung prinsip ladies first.

“Waktu ultah wali kelas kelas 3 sos 1 (gue lupa namanye pak siape), dia bikin puisi dan dibaca'in di depan itu bapak sebelum beliau tiup lilin.”

Ole, kata Ridho, juga termasuk favoritenye bu murni, guru Perancis kite yg skrg dah jilbaban. Walau kadang ngeselin, tapi alm. Ole selalu bikin kelas rame dgn celetukkannya.

Noviyar punya penilaian serupa dengan Ridho. Dia yang pernah sekelas dengan Ole waktu di 2 Sos 3 mengaku cukup dekat dengan almarhum karena kerap bersama waktu sekolah dalam perjalanan naik KA dari Stasiun LA – Tebet. “Dia jg suka bertiga sama Iskandar Kiting n Agus landak (trio ini sgt dikenal di kereta selama perjalan menuju sekolah),” ungkap Noviyar.

Menurut Noviyar, disamping kocak abis Ole punya banyak jasa buat SMA 37 angkatan 1991. Khususnya dalam masalah keamanan. Ole menjamin 37 gak bakal diserang sama anak STM Karya Guna (KG) Manggarai. Karena almarhum memiliki kedekatan dengan banyak murid sekolah itu. Bahkan sewaktu 37 terlibat tawuran dengan 26, Ole meminta bantuan teman-temanya di STM KG. Buahnya, anak STM KG yang tawuran dengan SMA 26.

Dia yang mengaku terakhir bertemu Ole sekitar 1995 pas lg mo brangkat kerja, kaget waktu pertama denger Ole sudah wafat. Kabar itu didapatnya dari Selly Artanti saat meeting reuni bulan Februari di DOM Café, Wolter Monginsidi. Selly mendapat info tersebut dari tetangga Ole di Depok.

Raymond juga sempat bertemu Ole pada 1995 saat nonton band Vodoo di News cafe Kemang. Ole bekerja di café itu. Barep, panggilan beken Raymond, sangat kaget mendengar kabar meninggalnya Ole.

Begitu juga Adriani. Adri agak percaya gak percaya kalo Ole udah pergi mendahului. Saking banyaknya kenangan dengan Ole, dia kesulitan mengungkapkan. ”Tetep aja gak nemu cara untuk cerita tentang kebaikan alm. Ole' secara detail,” akunya.

Namun Adri meyakinkan bahawa alm. Ole' memang orang yang baik banget, dan seperti kata Ridho, Ole mengusung prinsip ladies first.

Yang paling diingat Adri, Ole selalu melindunginya, Nila dan Bennu dr cowok-cowok jail. ”Sepertinya hal itu juga akan dia lakukan ke anak-anak cewek lain,” kata Adri yang menurut Ridho menadapat julukan Agung Sutopo putri dari Madame Murni Astuti.

Ole' juga suka nyanyi di kelas dan bikin puisi. Selain bikin puisi untuk wali kelas kita waktu ultah, dia juga pernah bikin puisi utk Bu Murni, guru Bahasa Perancis. Trus kalau mau ulangan, kata Adri, Ole selalu bikin dua kebetan. Buat Ole sendiri dan buat Adri.

Kebetan buat persiapan kalo soal ulangan diluar dari yang udah kita pelajari di rumah. Ole juga selau bersedia menjadi pendengar yg baik saat Adri lagi bete sama siapa aja. ”Terutama kalo gue lagi bete di rumah atau bete sama Nila (hehe...sorry Nil...). Sampe Ole bela-belain gak jajan waktu istirahat sekolah,” kenang Adri.

Keterkejutan teman-teman, membuat Boy Rinaldi merasa punya beban moril buat menceritakan tentang meninggalnya Ole. Boy hampir tiap malem nongkrong bareng Ole yang teman kecilnya di Depok.

Menurut Boy, Ole sebelum meninggal sempat dirawat di RS. Jakarta. Selama seminggu Ole dalam keadaan koma. Sebelumnya almarhum mau berangkat kerja sedang makan sama temannya. Tiba-tiba dia colapse. Menurut dokter, ada cairan di otak alm. Ole yang berasal dari tumor yang sudah diidap sejak kecil. Kelainan ini tidak pernah dirasakan Ole. Tapi masalah yang dialami Ole membuatnya berpikir keras, inilah yang jadi pemicunya.

”Kalo masih kangen sama almarhum datang aja ke Depok. Anaknya mirip banget dari ujung kaki sampe kepala.Lahirnya jg sama dengan bapaknya di bulan April tapi beda seminggu,” pungkas Boy.

Oriqbal Luqman
Meninggalnya Oriqbal dipastikan karibnya, Ridho. ”Gue udah ngelayat ke kuburannya sama Bowo kira-kira 3 atau 4 hari setelah dia meninggal di TPU Menteng Pulo,” kata Ridho. Keluarga alm. Oriqbal menyampaikan, penyebab meninggalnya Oriq karena penyakit jantung.

Oriqbal di mata Noviyar adalah temen sharing dalam dunia musik metal. Mereka juga sempet tuker-tukeran kaset.

Salah seorang temen yang sering hang out bareng Oriq saat sekelas waktu I-2, Meidyansyah menilai almarhum orang yang asyik banget diajak ngomong dan always happy. Meidy gak pernah melupakan jasa besar Oriq. ”Dia pernah ngusahain gue bisa gabung tim basket di tempat kakaknya kerja. Kata dia, itung-itu buat nambah uang saku.”

R. Septa Nuradi (Nuri)
Kabar wafatnya Nuri diterima Fidina Sari (Fifi) sehari setelah kepergiannya. Nyokapnya Nuri gak tau telpon temen-temenya yang lain, kebetulan cuma ada no Hp Fifi di dompet Nuri. Dia pun dikontak ibunya Nuri. ”Gue kaget banget. Baru gue kasih tau yg lain,” kata Fifi.

Karib Nuri yang lain, Ponco Hartawan juga memastikan kabar ini. Ponco pun mengirim beberapa foto kenanganya bersama Nuri di milis.

Harto
Triono Siswo yang memastikan kabar wafatnya Harto. ”Mengenai Harto gue suwer 100 persen. Gue dapet info dari ibunya,“ tegas Triono temen sekelas Harto di 1-5.

Demikian juga Gunawan TW. Dedi Efendi mengabari dan mengajak Gunawan menghadiri pemakaman Harto. Gunawan masih ingat, Harto yang memimpin salam saat masa ’perploncoan’ di SMA 37.

Temen kelas 1-nya yang lain, Lia Ratnasari mengenang Harto sebagai orang yang baik n’ sabar abis. ”Secara dulu dia duduk di belakang gue n gue sering bentak2 dia tuh,” kata Lia dengan nada menyesal.

Gue yang pernah sekelas sama Harto di Kelas 3 Sos 5. Dia pribadi yang pendiam. ”Orangnya dieemm mulu. Sampe-sampe kalo dia keluar suaranya yang lain takjub. ehh... Harto ngomong... Harto ngomong."

Bayu Cahyonugroho aka Elvis
Noviyar memastikan wafatnya Bayu setelah mendapat info dari teman sekelasnya di Gunadarma yang juga tetangga Bayu. Juga dari adiknya Bayu. Bayu temen sekelas Noviyar di 3 sos 5. Dia terakhir bertemu Bayu di Tebet thn 1993.

Dengan Bayu ini Noviyar punya kenangan spiritual yang gak bakal terlupakan tapi sulit diceritain dan dipercaya. ”Karena berhubungan dengan yg gaib tp nyata!,” ungkapnya.

Kejadiannya sewaktu malam perpisahan SMA 37 angk 1991 di Gd Sekneg tgl 11 Juni 1991. ”Hanya beberapa temen aja yang tau termasuk Gamal, Meidiansyah, Agustiansyah, sama Ricky Ambon,” kata Noviyar seolah menyembunyikan kasusnya.

Noviyar kehilangan suaranya menjelang manggung bersama grup bandnya yang bertitel Sakratul Maut. ”Dia minta pertolongan supranatural Bayu buat ngembaliin suaranya,” ungkap Gamal penggebuk drum band itu.

Entah karena kesaktian Bayu atau sugesti demam panggung yang telah berlalu, suara Noviyar kembali dapat melantunkan lagu-lagu Anthrax di atas pentas.

Sedangkan Meidi mengenang rencananya memfoto bocoran Ebtanas dengan kamera kecil milik Bayu. Tapi karena biayanya terlalu mahal, rencana itu urung dilaksanakan.

Darman aka Darhim
Darman dikenang sebagai sosok yang pendiam. Beberapa teman-temanya di 3 Sos 5, seperti Meidiansyah, Lusi, Gamal dan Noviyar terkejut mendapat kabar meninggalnya Darman.

”Setelah lulus sampe tahun 1994 masih suka saling berkunjung bersama Yulius hilman Bestari & Widodo Dower,” kata Noviyar.

Faisal aka Faisal Blek
Faisal adalah alumni SMA 37 yang pertama wafat. Muhtad, Libenk, Yudha dan beberapa alumni 37 -91 sempat menghadiri pemakamannya.

Walau gak pernah sekelas, Noviyar mengaku akrab dengan Faisal. ”Karena dia termasuk anak Paskib yg akrab dengan anak tongkrongan,” kata Noviyar.

Alm. Faisal yang asli Kebon Baru, kata Noviyar, pernah mem back-upnya ketika terlibat masalah dengan anak Krambat Kebon Baru.

Herry Julianus Dinner aka Kopet
Beberapa teman mendapat kabar kematian Kopet dari Yusron aka Ucon. Saat Ucon menelpon rumah Kopet, ibunda Kopet mengabarkan anaknya sudah meninggal.

Noviyar mengaku dirinya yang menyematkan nama Kopet. Sewakut dia lagi bikin grafity di WC 37 yg atas, tiba-tiba Herry keluar dari salah satu bilik WC yg ada tokinya (tinja, red.). Herry bersikeras itu bukan tokinya. Toki itu, kata Herry, sudah ada sebelum dia masuk. Walaupun menyangkal nama Kopet tetap disematkan. ”Apalagi waktu itu pas ada si Cangwe & Edy Nguk2x jadi makin rame aja dia dipanggil Kopet,” ungkap Noviyar. Frisna NurKabar meninggalnya Frisna Nur didapat Noviyar dari Ade Irwan. ”Ini anak maen bolanya jago banget!” kenang Noviyar.

Rudi Harwanto aka Gasong
Gue memastikan kabar kematian Rudi. Informasi langsung dari keluarga Rudi yang gue temuin di kediaman almarhum di Komplek Brimob, Menteng Pulo, Rabu (11/6/2008).

Rudi Harwanto temen sekelas Gue di 1-6. Sekelas lagi di kelas 3 Sos 5. ”Kami menjulukinye Rudi Gasong. Gasong itu nama geng anak-anak Menteng Pulo. Rudi gak ikut Gasong. Malah die bisa dibilang ’lembut’ dan ’terlalu baik’,” gue mengenang.

Kesan serupa disampaikan Lia Ratnasari, yang pernah satu SMP 43 Jakarta. ”Badannya Rambo, hati Rinto,” kata Lia.

Rudi wafat taun 2005 dengan meninggalkan seorang putra berumur enam tahun dan seorang istri. Almarhum sakit saat menjalankan tugas negara di Balikpapan. Jenazah Rudi dikebumikan di kampung orang tuanya di Jogjakarta.

Arifin Abdul Rahman aka Abe
Abe adalah sosok yang hangat, tak heran jika puluhan karib dari SMAN 37 menghadiri pemakamannya pada Jumat 11 Januari 2008. ”Orangnya cukup peduli dengan teman, solider kata orang jadul bilang,” kata Noviyar yang juga pernah satu kelas dengan Abe di SMP 175 Ragunan.

Gue setuju dengan penilaian Noviyar, walaupun gue kenal Abe baru pada 1988 saat pertama daftar SMA. Bokapnya Abe duduk di sebelah bokap gue waktu daftar ulang kelas 1 yang lokasinya di sebelah Posko Paskib di lantai 2. Mungkin karena merasa sesama perantau obrolan mereka jadi nyambung. Di kemudian hari, bokap gue mengingat Abe dengan anaknya Siregar. Sedang bokap Abe, manggil gue si Padang. Gue yakin mereka bukan bermaksud membangun primodialisme, tapi biar mudah diinget aje.

Abe juga suka manggil gue sekenanye, kadang Kumis, karena babe gue berkumis. Atau Jipeng, simplifikasi dari G (in english jadi: Ji) dan Fer (yang diplesetin jadi Peng). Panggilan ini mengacu dari kebiasaan para sepupu manggil gue. Tapi Abe dan Boy kadang gak terima dengan panggilan itu, mereka memberangusnya jadi Pengki, nama miskin dari Franki yang diperankan Benyamin S dalam film Biang Kerok.

Di kelas 1, Abe berkawan karib dengan Ponco dan Seto. Mereka bertiga dijuluki 3 CT (artinye, 3 cowok tepos). Julukan ini mengadopsi postur mereka yang datar tanpa lekukan. Gue akrab dengan Abe, karena sama-sama di Trisaptapala (TSP). Para anggota ekskul itu seolah punya kesepakatan tidak tertulis, yaitu saling berbagi ranjang alias nginep. Atau minimal numpang makan di rumah masing-masing.

Kalo kita dateng ke rumah Abe, pasti pertanyaannye begini: ”Ucok ada tante?” Kalo nyokapnye bilang ada, kita terusin dengan: ”Kalo nasi putih?”. Nyokapnye yang asli Makassar biasanya bilang, ”kamu ambil sendiri di meja.” Kita pun tanpa malu-malu menggasak seluruh hidangan di atas meja. Menu favorit Abe telor balado. Karena almarhum seorang vegetarian by accident, yang tiap makan makanan bernuansa daging pasti jackpot.

Banyak kenangan masa SMA yang terlalu banyak buat diceritain. Mulai dari tawuran, bolos, ngecengin wanita, sampe kubam. Juga, naik gunung bareng, rock climbing, caving, direndem di air terjun, di lumpur sawah, di gamparin senior. Trus.... kapan belajar bareng? Kayaknya kagak pernah deh. Gunanya SMA kan membangun relasi, kekariban dan kebugaran.

Hingga akhir SMA, gue dan Abe masih menjalin kontak. Pernah di taon 1992 awal, Abe berunjuk rasa di rumahnye, trus hijrah ke rumah gue. Nyokapnya nelpon nyokap gue. Nyokap gue ngamuk ke gue. Cewek paling gue hormati ini menginterogasi, dimana Abe mangkal. Gue layaknya spy yang ketangkep musuh. Tapi gue tetep tutup mulut. Sampe nyokapnye Abe, kakaknye dan adiknye dateng dengan bersedu sedan. Gue pun takluk. ”Di Kalibata Mall tante, di warungnya Agus.”

Rombongan itu cabut ke warung Pempek punya Agustiansyah aka Cabul. Gue nyesel ude bocor. Tapi kalo gak buka mulut, bisa-bisa gue disumpahin orang serumahnye. Lagian juga, kaburnye Abe bikin gue jadi jarang kuliah. Nongkrong melulu ama die. Gue takut Abe ngamuk. Tapi ternyata seminggu setelah kejadian, dia nelpon dengan ketawa-tawa. Tuntutannya dikabulkan.

Komunikasi sempet jarang saat gue kuliah di Jember. Tapi tiap liburan semester, rumahnye dan rumah Bejo yang selalu gue satronin. Sampe di taon 1994, Abe dateng ke asrama gw di Jember, bareng anak TSP Tommy (90), Imal (90), Ence (90) & Yudho (90). Mereka ngajak gue naek Argopuro, Raung, Welirang & Arjuno. Eks TSP yang di Unej, Aris (89), Fitri (93) ikut dalem pendakian. Turun dari Argopuro, Abe beli sepasang tikus putih yang dinamain Baderan dan Bremi. Nama itu untuk mengingat jalur pendakian yang membelah Argopuro. Naek dari Baderan (Situbondo) turun ke Bremi (Probolinggo). Jalur yang panjang. Pendakian makan waktu 4 hari 3 malem. Waktu masih di lereng gunung ini, semua pendaki ’mimpi basah’. Obyeknye sama. Kita indehoy dengan perempuan berkostum kerajaan. Syahdan menurut penduduk setempat, itu perempuan adalah Putri Rengganis, pentolan Gunung Argopuro.

Pendakian terakhir di Gunung Arjuno. Kami berpisah di Stasiun Pasar Turi Surabaya. Gue balik ke Jember mereka ke Jakarta. Sebulan setelah pendakian gue balik ke Jakarta. Baderan dan Bremi masih idup. ”Mis, coba lo masupin ke kantong celana,” kata Abe seraya menyodorkan dua tikus itu ke gue. Ternyata penemuan Abe hebat juga, dua tikus itu meng-gerayah2x di kantong celana bikin gue kegelian. He..he...

Komunikasi kembali jarang. Apalagi dengan Abe. Dia sedang tekun di kampusnye, Unas. Ketemu Abe lagi pada 1995. Bodynye makin bohay. Dia ikut fitnes, jadi sering makan putih telor. Rambutnya juga makin gondrong, mirip Sebastian Bach vokalisnye Skid Row. Keren, gak kayak waktu SMA yang kerempeng. Kabarnya dia jadi cowok idola di kampus. Beberapa tahun gue gak pernah ketemu Abe. Paling telpon-telponan waktu liburan.

Baru taon 2002, ketemu lagi di jogging track Senayan. Gue, Abe dan temen-temen eks-TSP dari berbagai angkatan lagi melatih napas buat pendakian reuni ke Gunung Gede. Tapi rencana batal, karena kantor masing-masing susah diajak kompromi.

Komunikasi dengan Abe mulai terjalin lagi. Gue sering telpon dia yang waktu itu gawe di StandChart. Biasa deh mo ngutang. Ketemu beberapa kali dalam kesempatan ketawa-ketiwi bareng. Hingga November 2007 gw denger dia sakit. Gue, Iman, Imal, Deden, Boy, Ucon dan bininye Ucon ketemu di rumahnye di Jatipadang. Dia belagak gak sakit keras. Nemenin kita menertawakan kedongoan masa SMA di ruang tamu rumahnya. Malah sempet nongkrong bareng Iman dan Imal di warung Padang depan jalan masuk ke rumahnye.

Seminggu kemudian, gue jenguk lagi ke rumahnye bareng Bejo dan Deden. Masih bisa duduk dan ngobrol2x. Kita bertiga juga tau diri, ngerokok di luar rumahnye. Jauh-jauh dari Abe. ”Gue yakin lo bakal sembuh,” kata gue sebelum pamit pulang.

Sampe pada 9 Desember 2007, gw dapat ajakan dari Imal jenguk Abe di RS Fatmawati. Ucon dan Deden yang berjasa besar dalam kisah masuknya Abe ke rumkit ini, karena Abe selalu nolak kalo disuruh ke RS. Di RS ini gue ketemu sama temen-temen TSP lainnye, Tommy, Imal, Iman, Bejo, Mario dan Ike (95), juga Heru wartawan Reuters temen Tommy yang pernah ditolong Abe.
Ironis, di ruang perawatan Abe pake kaos Dji Sam Soe, padahal dia dindikasikan radang paru. Gue iseng-iseng nyeletuk, ”wah, kaos lo obat batuk nih.” Abe ketawa, tapi tersedak. Imal protes, ”lo becanda jangan kelewatan.” Gue bilang ”kalem pren, kalo sakit kan perlu dihibur.” Abe setuju. Dia ngangguk-ngangguk. Tapi gak bisa ngomong. Suaranya lirih. Waktu gue pamitan pulang, gue tempelin pipi gue ke pipinye. Dingin. Gue berbisik, ”tabah Be’, lo pasti sembuh. Kite bakal nongkrong bareng lagi.” Die ngangguk. Telapaknye dingin dan basah. Tapi cengkramannye masih kuat, seolah gak pengen ditinggalin.

Beberapa hari di RS, Abe boleh pulang. Gue seneng banget dengernye. Bejo, Gue, Boy ke rumahnye. Abe nemuin di ruang tamu. Kita bertiga ngobrol, Abe jadi pendengar yang baik. Sekali-kali dia tertawa kecil mengenang masa kita bersama. Tentang anak-anak 37. Tentang gebetan masing-masing. Seru. Abe tetep berlaku sebagai tuan rumah yang baik. Dia nemenin kita bertiga walaupun susah payah. Waktu pamit sekali lagi gue ucapin kalimat yang sama, “Gue yakin lo pasti sembuh. Sodara gue juga ada yang sakit begini malah lebih parah. Tapi dia sekarang seger buger tuh. Yang penting lo disiplin minum obatnye.” Die cuma senyum.

Sabtu, 5 Januari 2008. Gue, Boy dan Bejo janjian lagi jenguk ke rumah Abe. Tapi entah mengapa, janji itu kita batalin. Kita sepakat untuk menjenguk minggu depannye.

Jumat, 11 Januari 2008. Gue kesel cuti bersama dibatalin, karena ada kerjaan kantor yang harus selesai. Tommy yang lagi liputan di luar kota nelpon gue, ”Mal, Abe kapan di makamin?”
Gue jawab, ”jangan ngawur lo Tom.”
”Kenape ngawur? Emang lo belom dapet kabar Abe meninggal?”
”Belom. Lo dapet kabar dari siape?”
”SMS dari Bejo,” jawab Tommy.
Pikir gue, sialan Bejo gue kagak dikabarin.”Ntar, gue kontak Bejo dulu.”

Gue protes ama Bejo. Tapi dia bilang udah SMS dari pagi. Gue lemes dapet kabar dari Bejo. Gue bilang ke istri, temen akrab yang pernah gue mimpiin bertamu akhirnye meninggal. Empat atau tiga hari sebelum kematian Abe, gue emang pernah cerita ke istri kalo gue mimpi Abe bertamu ke rumah gue.

Sempet nimbang2x antara ikut makamin Abe atau nepatin janji di kantor. Gue pilih makamin. Di rumah Abe, gue ketemu anak-anak 37. Dari banyaknye anak-anak yang dateng gue menilai Abe orang yang hangat yang mudah bergaul dengan siapapun. Antara senang dan sedih perasaan gue waktu itu. Senang, karena ketemu temen-temen yang puluhan taon gak ketemu. Bardan, Mail, Deden, Noviyar, Muhtad, Lia, Toro, Yaprita, Tubil, Libenk, Boy, Bejo, Sapto, Novri, Januar, dll. Sedih, Abe gak ada diantara mereka.

”Maafin Ucok ya Mal. Jangan lupain kami,” kata Mamanye Abe pas gue pamitan. Gue bengong. Itu sikap yang gak bisa ilang kalo gue feeling blue.

Tapi umur emang bukan punya kita. Kita semua cuma bisa berdoa, amal ibadah mereka diterima Allah Swt.

Dari kabar wafatnya temen-temen itu, ada satu postingan dari Lusi yang menurut gue sangat inspiratif.

”Pelajaran yang dipetik adalah...umur kita bisa diambil kapan aja oleh yang di atas... Jadi ..kalo bisa acara reuni dimatangkan dan kalo dah pasti diharapkan semua hadir, karena kita kan g tahu kapan bisa ketemu lagi sama temen lama,” kata Lusi.

Edited by Gamal Ferdhi (Senin, 7/7/2008)

Kamis, 26 Juni 2008

Zona 80 - Minggu, 29 Juni 2008 22:05 WIB


Sebuah program yang menuang kembali kebangkitan masa keemasan era 80-an. Zona 80 akan menampilkan lagu,musik, gimmick, kostum, gaya rambut,trend dan musisi tahun 80-an. Disajikan dalam bentuk band atau artis solo. Dihadiri oleh peonton dari komunitas era 80-an. Dalam setiap penayangannya akan mengangkat tema khusus yang populer di tahun 80-an. Tema kali ini akan mengangkat kejayaan musik Blues yang akan dimeriahkan oleh kehadiran bintang tamu antara lain: Gang Pegangsaan dan kokpit.

Rabu, 25 Juni 2008

Senin, 23 Juni 2008

Deja Vu!

Awalnye gue males dateng rapat ke SMA 37, Sabtu (21/6) kmaren. Pikir gue, sekolah skrg lbh tertib jd Sabtu pasti dikonci. Paling rapatnye di Warung Ucun. Rapat di situ, dgn luas 4 x 3 meter gak bakal efektif, karena desek-desekan dan gerah. Tp karena kadung janji ama Noel mo bawain tripod, gue dateng juga. Ternyata gue salah, Muhtad alias Bart, Arab palsu yg sekarang jadi salah satu koordinator panitia, berhasil minjem kelas.

Lumayan juga, peserta rapat tuh hari menyesaki stengah kelas. Indra Barata, Arinta Kakek, Reinhard Thung, Saripudin aka Herman Ngantuk, Ali Kuple, Nila, Ponco, muka-muka lama yg tujuh belas taon gue gak ngeliat nongol lg di situ. Selebihnya ud ktemu di rapat sblomnye, Yuyun, Suzan, Torel, Oyon, Lizta, Iman Pulun, Noel, Deden, Ma’il Alexander, Rona, Bejo, Tubil, Muhtad, au dah sape lagi gue lupa. Lagian gue bukan guru yg pk nulis absen segala.

Komposisi duduk layaknya 17 taon yg lalu. Yg serius di depan, para bajingan di deretan belakang. Iman yg mimpin rapat. Muhtad & Ponco nulis. Lizta & Bejo dengerin dg khidmat. Yuyun di depan deket pintu, duduk sbelah Suzan yg serius nulis proseding rapat. Nila menyusul ke depan, setelah puas ngeceng di belakang. Penagih tiket & donasi paling handal ini kerepotan ngobrol karena pager giginye yg baru dipasang.

Lia Ratna hadir gak lama, krn cuma mo nyerahin CD lagu2x. Dua anaknye jg kgk betah di ruangan yg dipenuhi temen2x emaknye yg kagak beradab. Noel moto2x peserta rapat. Alumni2x Sos keliatanye kgk brobah. Orang nerangin di depan, di blakang pade cekakan. Jelas, gue jg di barisan blakang, tp sempet kluar sbentar ama Tubil keluar buat nguber Bu Satya, guru PKK yg skrg jd guru BK buat direkam kenanganye.

Gue gak bisa jelasin hasil rapatnye. Gue cuma menikmati suasana kelas hari itu. Kehadiran Iman, Ponco, Ali bikin rapat jd lebih serius dan sistematis. Walaupun Ali sdikit terpecah perhatianye buat dua anak dan dua ponakanye yg ikut. Kalo rapat, anak2x Fis emang patut diacungin jempol. Mereka yg giring agar lebih fokus. Mungkin kalo cuma gue, Muhtad, Tubil doang, proses rapat jadi, ”15 menit serius, 2 jam becanda,” kate Tubil suatu waktu. Itu sebabnye keputusan jarang brhasil ditelorkan.

Iman nulis semua kesepakatan di whiteboard. Hebat... 37 skrg pk WB. Dulu kalo guru masuk, semua ngajuin diri ngambilin kapur di Tata Usaha. Baliknye 30 menit kmudian stelah puas nongkrong di kantin. Kalo skrg Iman nulis pk spidol jd kliatan lebih berwibawa. Gaya Iman kyk mimpin rapat OSIS. ”right man in the wrong audiences,” gue mbatin. Ponco yg nyatet semua rencana lanjutan. Dulu die jg yg hrs benahin kerja internal TSP krn jd Ketua I, nemenin Abe (alm.) yang jadi Ketua II yang ngurus kegiatan. Die bdua bantuin Agam yg Ketum. Deja Vu! Kyk masa SMA.

Keseriusan Iman, Ponco, Oion gue anggap sbg tambahan tenaga buat kepanitiaan yg hampir patah semangat. Salah satunye krn susah melacak jejak temen2x eksak, yaitu Fis dan Bio. Biarpun udeh ada Lizta, Yudha dan Fifi, tetep aje bingung nyarinye, mungkin krn die bertiga waktu skolah terlalu serius di depan tiang bendera. Tapi reuni kagak bakal jalan tanpa mereka. Konsep, database, nagih itu juga kerja keras mereka.

Dari segitu banyaknye peserta rapat cuma satu representasi dari Bio, Suzan. Di dua rapat terakhir stylenye konsisten: tekun nyatetin proses rapat, serius , dingin dan cenderung beku. Kalo meledak tawa, die cuma senyum sebentar.... bet... dingin dan beku lagi. Tapi imej Suzan yg gue anggap introvert, binasa di persiapan reuni ini. Mo juga die repot nagihin temen2xnye dan manggung di reuni. Ade benernye kalo Tukul bilang, ”don’t judge a book by it’s cover.”

Emang sih kgk ada ’pembedaan ras’ fis, bio, sos, bahasa, tp tetep aj gue anggap Suzan kyk pejuang sendirian. Gara2x terenyuh liat Suzan, gue jadi kangen ketemu ama temen2x ex-Bio & Bahasa laennye waktu rapat persiapan reuni. Biar kita bisa cari bareng temen2x SMA 37 angkatan 1991.

Writes by Gamal Ferdhi (Senin, 23/6/2008)

Kamis, 19 Juni 2008

Chat

Karena ada request dari Rona, blog 37 sekarang ada fasilitas chat nya, tapi gak secanggih YM sih, at least ada tempat buat interaktif di blog ini antar alumni 37 ang.91

sweet life
torell

Minggu, 15 Juni 2008

Question?


siapa yang bisa urutin nama2 yg ada digambar? masih kenal gak
kalo tau, klik aja di komentar

Reuni Makin Deket

Teman's...
Reuni alumni SMAN 37 angkatan 1991 direncanakan Sabtu, 9 Agustus 2008 di Bugs Cafe, Pondok Indah, Jakarta dari jam 18.00 - Selesai.

Untuk suksesnya acara, dibutuhkan dukungan dana dari teman-teman semua. Dana tersebut didapat dari DONATUR & penjualan tiket. Satu lembar tiket Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah), berlaku untuk 1 orang. Kepada teman-teman yang memiliki rejeki berlebih diharap dapat membeli tiket lebih dari satu lembar.


Setiap ’sen’ dana yang masuk dan keluar akan dilaporkan panitia dua minggu sekali. Kami akan menggunakan dana tersebut dengan efisien, dengan prioritas keberlangsungan acara. Panitia juga tidak akan menggunakan dana tersebut untuk konsumsi rapat & transport panitia.

Kelebihan dana reuni akan disumbangkan kepada pensiunan guru-guru kita atau teman-teman yang membutuhkan. Seiring semakin dekatnya waktu pelaksanaan, kami memohon teman-teman dapat mengirimkan dananya ke rekening-rekening di bawah ini:

REKENING UTAMA [REK BERSAMA - ALUMNI SMA 37 LULUSAN'91] :


Nama Bank:
BANK PERMATA Cabang KANTOR PUSAT SUDIRMAN
a.n : YUDHA ARIFIANTO or LIZTA MARIANI N0 Acc: 121-1933883

Note : Jika ingin transfer dr ATM BCA,bisa langsung pilih menu TRANSFER - REK LAIN - KODE (013/ BANK PERMATA) - NO REK.

Donasi juga dapat dikirim ke REKENING PENYERTA (Rek pribadi anggota panitia utk memudahkan transfer) di bawah ini:

  1. Nama Bank: BANK BCA Cabang WARUNG BUNCIT a.n: LIZTA MARIANI No Acc: 552-0039491
  2. Nama Bank: BANK MANDIRI a.n FIDINA SARI NO Acc: 122-0004179365

Bagi teman-teman yang telah mentransfer dananya, dimohon dapat mengirimkan kabar/ sms kepada Yudha Arifianto - 081513187999

Pembelian tiket juga bisa melalui tiket box:

  1. Nila K. Effran. Majalah Trust Bimantara Building Lt. 2 Jl. Kebon Sirih No 17-19, Jakarta 10340[08158956340]
  2. Selly Artanti, D Optimo Cafe, Jl. Wolter Monginsidi- Santa (depan percetakan Subur) [0817700958]
  3. Yudha Arifianto, Gedung SCTV Tower , Senayan City Lt.17 Hr SENIN-RABU-JUM' AT Pkl. 14.00 - 22.00. (or janjian/ ketemuan di sekitar Sudirman pd waktu tersebut) [08111100072]

Salam,

PANITIA